Bagimana benang
merah antera pilar ajaran ISLAM atau AGAMA ISLAM dengan FILSAFAT ILMU?
Sebagaimana dimaklumi bahwa fokos
kajian dalam studi program manajemen dari sekian banyak mata kuliah yang harus
diperoleh diantaranya terdapat mata kuliah FILSAFAT. Sebelum menjelaskan
bagaimana hubungan benang merah antaera pilar ajaran isalam atau agama yang
kami anut yaitu islam dengan filsafat ilmu, maka pertama-tama kami ingin
menjelaskan tentang apa persamaan antara agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat
ilmu bertujuan sekurang-kurangnya berhubungan dengan hal yang sama yaitu
tentang kebenaran, ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran
tentang alam semesta termasuk didalamhya tentang manusia, sedangkan filsafat
dengan wataknya sendiri pula menghampiri kebenaran baik tentang alam maupun
tentang manusia yang belum atau tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan, karena
diluar atau diatas jangkauannya termasuk tentang Tuhan. Sedangkan agama dengan
keunikannya sendiri pula memberikan jawaban atas persoalan azasi yang
dipertnyakan manusia baik tentang alam, tentang manusia, maupun tentang Tuhan.
Untuk itu selanjutnya pengertian tentang:
a. Agama adalah :
Perkataan agama secara etimologis
berasal dari bahawa Sanskerta yang tersusun dari kata “a” berarti “tidak” dan
“gam” berarti “pergi”. Dalam bentuk harfiah yang terapadu perkataan agama
berarti “tidak pergi, tetap di tempat, langgeng abadi yang diwariskan secara
terus menerus dari satu generasi kepada generasi lainnya” (Harun Nasution,
1985:9).
Pada umumnya perkataan agama diartikan
tidak kacau, yang secara analitis diuraikan dengan cara memisahkan kata demi
kata yaitu “a” berarti “tidak” dan “gama” berarti “kacau”. Maksudnya orang yang
memeluk agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan sungguh-sungguh, hidupnya
tidak akan mengalami kekacauan.
Perkataan agama sering diungkapkan
dengan lafal yang bervareasi, seperti ugama dan igama. Akan tetapi kedua
istilah tersebut sudah jarangt digunakan kecuali di beberapa daerah, seperti di
kepulauan Sumatara, terutama Sumatra bagian Utara dan di Negara Malaysia.
Orang Barat mengindentikan agama
dengan religi. Perkataan religi berasal dari bahasa Latin yang tersusun dari
dua buah perkataan, yaitu “re” berarti “kembali” dan “ligere” berarti “terkait
atau terikat”. Maksudnya adalah bahwa manusia dalam hidupnya tidak bebas
menurut kemauannya sendiri, tetapi harus menurut ketentuan hukum, karena perlu
adanya hukum yang mengikatnya.
Kemudian perkataan religie berkembang
ke seluruh penujuru benua Eropa dengan lafal yang berbeda pula, seperti religie
(Belanda), relegion dan religious (Inggris) dan sebagainya.
Perkataan agama dalam bahasa Arab
ditransliterasikan dengan al-din. Dalam kamus al-Munjid, perkataan din memiliki
arti harfiah yang cukup banyak, yaitu pahala, ketentuan, kekuasaan, peraturan
dan perhitungan. Kemudian dalam kamus al-Muhith kata din diartikan dengan
kekuasaan, kemenangan, kerajaan, kerendahan hati, kemuliaan, perjalanan,
peribadatan dan paksaan.
Harun Nasution (1985 : 10)
mendefinisikan agama sebagai berikut:
1. Pengakuan
terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi
2. Pengakuan
terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia
3. Mengikatkan
diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang
berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4. Kepercayaan
pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu
5. Suatu sistem
tingkah laku yang berasal dari suatu kekuatan gaib.
6. Pengakuan
terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan
gaib
7. Pemujaan
terhadap kekuatan ghaib yang timbul dari perasaan lemah dan pasaan takut
terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia
8. Ajaran-ajaran
yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul
a. Ilmu adalah :
Ilmu dalam bahasa Inggris:
Science; dari bahasa Latin: Scientia (pengetahuan), Scire (mengetahui). Sinonim
yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah episteme. Kata ilmu secara umum
menandakan suatu pengetahuan tertentu. Dalam arti sempit, pengetahuan bersifat
pasti.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak
pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri; sebaliknya
ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek (atau alam objek)
yang sama dan saling berkaitan secara logis. Karena itu, koherensi sistematik
adalah hakikat ilmu.
Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap
berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di
dalam dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya
dimantapkan.
Di lain pihak sering kali berkaitan
dengan konsep ilmu (pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa metode-metode yang
berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua
pencari ilmu. Kendati demikian, rupanya baik untuk tidak memasukkan persyaratan
ini dalam definisi ilmu, karena objektivitas ilmu dan kesamaan hakiki daya
persyaratan ini pada umumnya terjamin.
Ciri hakiki lainnya dari ilmu adalah
metodelogi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan
penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari bnyak pengamatan dan
ide yang terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu menurut pengamatan dan berpikir
metodis dan tertata rapih.
Ilmu dalam bahasa Arab adalah juga
‘ilmu artinya pengetahuan yang diperoleh secara metodologis sistematis. Dalam
bahawa Inggrisnya disebut science. ‘Ilmu berbeda dengan ma’rifah atau ‘arafah
yang artinya pengetahuan (hanya sekedar tahu), dalam bahasa Inggrisnya
adalah knowledge.
Imam Syafi’i mengartikan ilmu adalah
cahaya atau sinar. Dengan ilmu, orang dapat mengetahui segala sesuatu. Begitu
juga seseorang dapat mengetahui segala sesuatu jika terdapat di dalamnya atau
di sekelilingnya cahaya yang menyinarinya.
b. Filsafat adalah
:
Filsafat dalam bahasa Inggris:
phylosopy; Yunani: phylosophia, arti keduanya: cinta akan kebijaksanaan.
Dalam bahawa Yunani kata phylosophia merupakan kata majemuk yang terdiri atas
philos (cinta), atau philia (persabahatan, tertarik kepada), dan sophos
(kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi).
Beberapa pengertian filsafat, seperti
yang digunakan oleh para filusuf adalah:
1. Upaya
spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik dan lengkap
tentang seluruh realitas.
2. Upaya untuk
melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
3. Upaya untuk
menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan Sumbernya, hakikatnya,
keabsahannya, dan nilainya.
4. Penyelidikan
kritis atas pengadaian-pengadaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh
berbagai bidang pengetahuan.
5. Disiplin ilmu
yang berupaya untuk membantu anda “melihat” apa yang anda katakan dan untuk
mengatakan apa yang ada “lihat” (Lorens Bagus, 1996: 242)
Poedjawijatna (1974: 11) mengartikan
filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Hasbullah Bakry (1971: 11) mengartikan
bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai
akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharunya setelah mencapai
pengetahuan itu.
Plato menyatakan bahwa filsafat adalah
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli. Aris toteles
mengartikan filsafat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung
di dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan estetika.
Al-farabi mengertikan filsafat adalah pengetahuan tentang alam wujud bagaimana
hakikatnya yang sebenarnya (Ahmad Tafsir, 2000: 10)
Apabila kita perhatikan
titik persamaannya, baik ilmu, maupun filsafat maupun agama bertujuan
(sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama) yaitu kebenaran. Ilmu
pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari kebenaran tentang alam (dan
termasuk di dalamnya) manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula
menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun tentang manusia yang belum atau
tidak dapat dijawab oleh ilmu karena di luar atau di atas jangkauannya),
ataupun tentang Tuhan. Agama dengan karekteristiknya sendiri pula memberikan
jawaban atas persoalan asasi (!) yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam,
maupun tentang manusia, ataupun tentatang Tuhan. Sedangkan titik perbedaanya
adalah : baik ilmu ataupun filsafat, kedunya hasil dari sumber yang sama, yaitu
ra’yu (akal, budi, dan rasio) manusia. Sedangkan agama bersumber dari wahyu
Allah. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset),
pengalaman (empiris) dan percobaan (eksperimen). Sebagai batu ujian. Filsafat
menghampiri kebenaran dengan cara menualangkan (mengembara atau mengelanakan)
akan budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluduh) serta universal
(mengalam), tidak merasa terikat oleh ikatan apapun kecuali oleh ikatan
tangannya sendiri bernama logika. Manusia mencari dan menemukan kebenaran
dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan (mencari jawaban tentang)
berbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci, kodifikasi, firman ilahi
untuk manusia diatas planet bumi ini. Kebenaran ilmu dan filsafat sifatnya
relatif (nisbi), sedangkan kebenaran agama sifatnya absolut (mutlak), karena
wahyu diturunkan oleh Dzat Yang Maha Benar, Maha Mutlak, dan Maha Sempurna,
yaitu Allah SWT. Baik ilmu ataupun filsafat kedua-duanya dimulai dengan sikap
sangsi atau tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dari sikap percaya atau
iman.
Filsafat Ilmu
Beberpa pengertian tentang filsafat
ilmu :
1. Robert
Ackermann: Filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang
pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan pendapat-pendapat
terdahulu yang setelah dibuktikan.
2. Lewis White
Back: Filsafat ilmu itu dalam mempertanyakan dan menilai metode-metode
pemikiran ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah
sebagai suatu keseluruhan.
3. Cornelius
Benjamin: Filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafat yang menelaah
secara sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya,
konsep-konsepnya, dan praanggapan-pranggapannya, serta letaknya dalam kerangka
umum dari cabang pengetahuan intelektual.
4. May Brodbeck:
Filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis da falsafati,
pelukisan, dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmi.
Keempat definisi tersebut
memperlihatkan ruang lingkup atau cakupan yang dibahas di dalam filsafat ilmu,
meliputi antara lain: (1) komparasi kritis sejarah perkembangan ilmu; (2) sifat
dasar ilmu pengetahuan; (3) metode ilmiah; (4) praanggapan-praanggapan ilmiah;
sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Diantaranya faktor-faktor itu,
yang banyak dibicarakan terutama adalah sejarah perkembangan ilmu, metode
ilmiah, dan sikiap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Maka persepsi kami sebagai seorang yang
beragama Islam dalam menyikapi kebenaran tersebut dalam kaitannya dengan persamaan
dan perbedaan telah diyakini bahwa kebenaran yang mutlak tanpa diragukan lagi
dan ainal yakin adalah kebenaran yang datang dari agama Isalam sebagaimana
dalam Qs. Al-Imron 60, bahwa kebenaran itu datang dari Allah dan janganlah kamu
menjadi orang yang ragu-ragu. Sehingga apabila dipadukan ayat-ayat kauniah
(semesta alam) bernar-benar terbukti seperti penjelasan tentang penciptaan
langit dan bumi, tentang pergantian siang dan malam adalah merupakan keterangan
bagi orang-orang yang berfikir, Qs. Al-Imron.190. Kebenaran yang datang dari
ilmu dan filsafat, dan filsafat ilmu yang merupakan cabang pengetahuan filsafat
yang menelaah secar sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metodenya,
konsep-konsepnya dan peranggapan-peranggapannya, serta letaknya dalam kerangka
umum dari cabang pengetathuan intelektual dimana ketiganya berasal dari hasil
ra’yu (akal, budi, dan rasio) manusia yang sangat terbatas, karena ilmu yang
diberikan Allah kepada umat manusia sangat sedikit sekali dan menjadi
sunatulah, sebagai anugrah dan kenikmatan yang diberikan oleh yang Maha
menciptakan alam semesta ini termasuk manusia didalamnya. Oleh karena itu akal
pikiran manusai dalam mencari kebenaran baik dengan ilmu maupun dengan filsafat
harus dipandu oleh nakli Allah (agama), sehingga dalam mencari kebenaran apapun
yang dikehendaki manusia tidak akan tersesat dari jalan kebenaran.
Sebagaiman disiplin ilmu yang akan
menjadi fokus kajian yang dikaitkan dengan penelitian yang akan dijadikan
sebuah disertai maka perlu mengetahui kajian dalam dunia filsafah ilmu sebagai
pisau analisisnya yang terdiri dari Ontologi, Estimologi, dan Aksiologi. Dimana
ketiga hal tersebut saling memiliki keterkaitan dan keterikatan dan
keterbatasan. Fungsi dan tugas pokok filsafat ilmu antara lain adalah mengembangkan
ilmu, memberikan landasan filosofik untuk memahami berbagai konsep dan teori
sesuatu disiplin ilmu maupun membekali kemampuan membangun teri ilmiah.
Subtansi kajian filsafat ilmu adalah antara lain mengenai kenyataan, kebenaran,
tingkat kepastian atau konfirmasi, dan logika inferensi. Ontologi adalah objek
apa yang dikaji sebagai akar ilmu, Epistimologi bagaimana cara mengkaji objek
tersebut sebagai pondasi keilmuan dalam mencari kebenaran objek dari suatu
disiplin ilmu (bagaimana cara memperoleh ilmu) yang akan melahirkan metodologi
penelitian, Aksiologi bagaimana menggunakan hasil kajian tersebut. Selanjutnya
untuk lebih memahami secara lebih mendalam dari ketiga hal tersebut
perlu mengetahui pengertianya adalah sebagai berikut:
A. ONTOLOGI
Ontologi dalam bahasa Latin adalah
ontologia, artinya sesuatu yang betul-betul ada. Dalam bahasa Yunani ont,
ontos, artinya ada, atau keberadaan, logos artinya studi atau ilmu tentang.
Menjadi ontologos, artinya kajian tentang hakikat yang ada, atau teori ilmu
pengetahuan yang mengungkapkan tentang hakikat segala sesuatu yang ada.
Cabang filsafah yang menggeluti tata
dan struktur realitas dalam arti seluas mengkin yang menggunakan
ketegori-ketgori seperti: ada/menjadi, aktualitas/potensialitas, nyata/tampak,
perubahan, waktu, eksitensi/noneksistensi, esensi, keniscayaan, yang ada
sebagai yang ada, ketergantungan pada diri sendiri, hal mencakupi diri sendiri,
hal-hal terakhir, dasar.
Cabang filsafat yang mencoba: a)
melukiskan hakikat ada yang terakhir (Yang Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi
Sempurna); b) menjunjukkan bahwa segala sesuatu tergantung padanya bagi
eksistensinya; c) menghubungkan pikiran dan tindak manusia yang bersifat
individual dan hidup dalam sejarah dengan realitas tertentu.
Ontologi digunakan sebagai sinonim
untuk metafisika, atau telah dianggap sebagi cagang dari metafisika. Tapi ia
juga dapat dilihat lebih dekat pada cabang-cabang filsafat lain, seperti
epistimologi, analisis filosofis dan semantik. Kemiripannya dengan
teologi juga nyata, yang disebut oleh Aristoteles sebagai sebagai filsafat
pertama (Kamus Filsafat Tim Penulis Rosda, 1995: 234-235).
Clauberg menyebut ontologi sebagi ilmu
pertama, studi tentang yang ada sejauh ada. Studi ini dianggap berlaku untuk
semua entitas, termasuk Allah, dan semua ciptaan-Nya, dan mendasari baik
teologi maupun fisika. Studi ini mencakup atribut-atribut yang ada, amupun juga
analisis sebab, tatanan, relasi, kebenaran, dan kesempurnaan.
Wolff mendefinisikan ontologi sebagai
ilmu tentang yang ada pada umumnya, dan menggunakan “filsafat pertama” sebagai
sinonimnya. Metodenya deduktif, dan tujuannya adalah terciptanya suatu sistem
kebenaran yang niscaya dan pasti. Prinsip nonkontradikasi, dan prinsip tiada
jalan tengah merupakan alatnya.
Husserl membedakan ontologi formal dari
ontologi material. Keduanya berurusan dengan analisis esensi-esensi. Ontologi
formal berurusan dengan esensi formal atau universal. Dan merupakan basis
terdaslam dan terakhir dari semua ilmu. Ontologi material, yang menggeluti
esensi-esensi material atau regional, yang merupakan basis dari semua ilmu
faktul (Lorens Bagus, 1996: 746-749).
Ontologi kuantitatif, ontologi
kualitatif, dan ontologi monistik. Ontologi kuantitatif mempertanyakan apakan
“kenyataan itu tunggal atau jamak?” ontologi kualitatif mempertanyakan “dalam
babak terakhir apakah yang merupakan jenis kenyataan itu?” Ontolgi ministik
membicarakan bahwa kenyataan itu tunggal adanya, dan seluruh keanekaragaman,
perbedaan serta perubahan, bersifat semu belaka. Dewasa ini sistem monostik itu
tidaklah umum dianut orang, karena justru perbedaanlah yang merupakan katagori
dasar segenap kenyataan yang ada yang tidak dapat disangkal lagi kebenarannya.
Tanpa ada juga yang berpendirian bahwa pada dasarnya segala sesuatu sama
hakikatnya. (Louis O. Kattsoff, 1992: 192-193).
B. EPISTIMOLOGI
Epistimologi pada intinya membicarakan
tentang sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Berasal
dari kata Yunani yaitu episteme, artinya pengetahuan atau ilmu pengetahuan, dan
logos artinya juga pengetahuan atau informasi. Jadi dapat dikatakan
epistimologi artinya pengetahuan tentang pengetahuan. Ataudakalanya
disebut “teori pengetahuan”, dan adakalanya disebut filsafat pengetahuan (Loren
Bagus, 1996: 212).
Dalam Kamus Filsafat yang ditulis oleh
Tim Penulis Rosda, mengungkapkan bahwa epistimologi mengandung arti adalah
kajian tentang (1) asal-ususl; (2) anggapan dasar; (3) tabiat; (4) rentang, dan
(5) kecermatan (kebenaran, keterandalan, keabsahan) pengetahuan. Adalah cabang
filsafat yang menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah
pengetahuan itu ? Dari manakah datangnya pengetahuan? Begaimana ia dirumuskan,
diekspresikan, dan dikomunikasikan? (1995: 96).
Ada beberapa aliran yang berbicara
tentang epistimologi, di antaranya dan yang paling populer serta mengalami
perdebatan sengit yang terus menerus adalah empirisme dan rasionalisme.
Empirisme. Menurut aliran ini bahwa
manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman indranya. Bapak aliran ini
adalah John Lock (1632-1704) dengan teorinya tabula rasa yang artinya secara
bahasa adalah meja lilin. Kelemahan aliran ini sangat banyak: (1) Indra
terbatas: Benda yang jauh kelihatan kecil; (2) Indra menipu: Orang yang sedang
sakit malaria, gula rasanya pahit; (3) Terkadang objek yang menipu, seperti
illusi dan patamorgana; (4) Kekurangan terdapat pada indra dan objek sekaligus:
Indra (dalam hal ini mata) tidak bisa melihat seekor kerbau secara keseluruhan.
Begitu juga kerbau tidak bisa memperlihatkan badannya secara keseluruhan.
Rasionalilsme. Secara singkat aliran
ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang
benar hanya dapat diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia, menurut aliran ini
memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akan menangkap objek. Bapak aliran ini
(biasanya) orang mengatakan adalah Rene Descartes (1596-1650), meskipun paham
ini jauh sudah ada jauh sebelumnya (pada masa Yunani Kuno). Bagi aliran ini,
kekeliruan pada aliran empirisem yang disebabkan kelemahan oleh alat indra tadi,
dapat dikoreksi seandainya akal digunakan. Kendatipun demikian aliran ini tidak
mengingkari kegunaan alat indra dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman indra
diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabakan
akal dapat bekerja. Laporan indra merupakan bahan yang menyebabkan akan dapat
bekerja. Laporan indra merupakan bahan yang belum jelas dan kacau. Kemudian
bahan tadi dipertimbangkan oleh akan dalam pengalamanya berpikir. Selain yang
dua aliran tadi, kemudian ada satu aliran lagi yang sama-sama populer. Ahmad
Tafsir dan Endang Saefuddin Anshari menyebutnya Intuisionisme.
Empirisme umumnya dapat
diidentikan dengan terori korespondensi (tentang kebenaran), dan rasionalise
dengan teori koherensi (tentang kebenaran). Menurut teori korespondensi bahwa
pernyataan-pernyataan adalah benar bila berkorespondensi (sepadan) dengan dunia
(kenyataan); dan ide-ide berkorelasi dengan kenyataan melalui persepsi-persepsi
yang kita terima dari luar. Oleh karena itu, kaum rasionalisme diharapkan menanggapi
bahwa kelemahan yang ditemukan oleh teori empirisme dalam perkiraan, dapat
dibangun oleh padanan-padanan (korespondensi). Akan tetapi, kaum rasionalis
yang menerima teori kohorensi tetap bertahan tidak menekankan korespondensi
(padanan), melainkan kriteria logis dalam mengevakuasi sebuah teori. (Bagus:
213).
Dalam hal ini Alquran memberikan
petunjuk (solusi) berupa metode praktis tentang cara-cara memperolah ilmu,
yakni melalui metode ilmiah yang realistis, dan jauh dari perdebatan
teoritis dan hipotesis. Hal ini bertujuan demi kebaikan umat manusai dan
menjauhkannya dari kekeliruan-kekeliruan.
Metode tersebut ditopang oleh dua
faktor yang kuat. Pertama, dengan menggunakan dan memanfaatkan pengalaman orang
lain, baik dari kalangan generasi dulu maupun kini. Kedua, menggunakan akal dan
pengalaman kita dalam upaya mencari kebenaran agar kita mendapat petunjuk yang
orang lain tidak mendapatkannya. Dalam Alquran, faktor pertama melalui
pendengaran, atau disebut juga pewarisan pengalaman, dan faktor kedua dengan
akan atau pemikiran logis. Sesuai dengan Firman Allah:
Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang
menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikannya (QS. Qaf: 37).
C. AKSIOLOGI
Louis O. Kattsoff (1992: 327)
mendefinisian aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki tentang
hakikat segala sesuatu. Di dunia ini terdapat banyak pengetahuan yang
bersangkutan dengan masalah nilai yang khusus, seperti ekonomi, estetika,
etika, filsafat agama dan epistimologi. Estetika berhubungan dengan masalah
keindahan, etika berhubungan dengan masalah kebaikan, dan epistimologi
berhubungan dengan masalah kebenaran.
Permasalahan tentang “hakikat nilai”
dapat dijawab dengan tiga macam cara; orang dapat mengatakan bahwa: (1) nilai
sepenuhnya berhakikat subjektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai
merupakan reaksi-reaksi yang diberikan oleh manusia sebagai pelaku dan
keberadaanya tergantung pada pengalaman-pengalamanan mereka. Yang
deminian ini dapat dinamakan “subjektivitas”. Atau dapat pula orang
mengatakan (2) nilai-nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi
ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai tersebut merupakan
esensi-esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Pendirian ini
dinamakan “objektivisme logis”. Akhirnya orang dapat mengatakan bahwa (3)
nilai-nilai merupakan unsur objektif yang menyususn kenyataan. Yang demikian
ini disebut “objektivisme metafisik”. (Kattsoff, 1992: 327 dan Bagus, 1996:
33-34).
Aksiologi merupakan analisis
nilai-nilai. Maksud dari analisis tersebut adalah membatasi arti, ciri-ciri,
asal, tipe, kriteria, dan status epistimologi dari nilai-nilai itu (Kamus
Filsafat Tim Penulis Rosda, 1995: 30). Atau aksiologi berarti kajian terori
umum yang menyangkut dengan nilai, atau suatu kajian yang menyangkut segala
sesuatu yang bernilai (Bagus, 1996: 33).
Secara sederhana aksiologi adalah ilmu
yang membicarakan tantang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri ( Ali Abdul
Azhim, 1989: 268). Dalam hal ini telah terjadi perdebatan panjang antara para
filusuf tentang tujuan ilmu pengetahuan. Sebagian berpendapat bahwa pengetahuan
sendiri merupakan tujuan pokok bagi yang menekuninya, dan mereka menyatakan
bahwa “ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan”, sebagaimana mereka katakan
“seni untuk seni”. Sebagian berpendapat bahwa tujuan ilmu pengetahuan adalah
upaya para penelitian menjadikan alat atau jalan untuk menambah kesenangan
hidup di dunia ini. Sebagian lagi menyatkan bahwa ilmu pengetahuan merupakan
alat untuk meningkatkan kebudayaan dan kemajuan bagi umat manusia secara
keseluruhan. Adapun dalam Islam bahwa ilmu pengetahuan merupakan alat untuk
mencapai tujuan yang lebih tinggi dari sekedar tujuan ilmu pengetahun itu
sendiri. Karena dibalik kehidupan materi ini ada lagi kehidupan yang mereka
lalaikan, yakni kehidupan akhirat (QS Ruum: 6-7), maka tujuan ilmu
pengetahuan dalam Islam adalah untuk menggapai Ridlo Allah SWT dalam meraih
kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Jadi hubungan benang merah antara pilar
ajaran islam atau agama islam yang kami anut dan kami yakini dengan filsafat
ilmu sangat erat hubungannya dan menjadi landasan atau pedoman atau payung akal
pikiran dalam menggali dan mengembangkan seluruh disiplin ilmu mau kemana
diarahkan harus berdasarkan tuntunan agama yang hak yaitu dinul islam. Kaitan
dari ketiga kajian tersebut jika dihubungkan dengan kajian agama Islam dimana
ontologi sebagai objek apa yang dikaji (akar ilmu) adalah sebagai teori
ilmu pengetahuan yang mengungkapkan tentang hakikat segala sesuatu yang ada
harus berdasarkan pada observasi yang benar yaitu observasi yang dituntun oleh
Allah sendiri yang berdasarkan pada wahyu-wahyunya sebagaimana telah diturunkan
kepada Nabi Muhammad s.a.w inilah ontologi baru bagi Sains yang disebut Sains
Tauhidulloh yaitu sains dimana “Naqliah memandu Aqliah” suatu sains yang tidak
lagi menimbulkan kerusakan-kerusakan dimuka bumi inilah sains yang berupa
“Rahmatan Lil Alamin”. Demikian juga Epistimologi adalah bagaimana cara
mengkaji objek yang pada dasarnya adalah ilmu yang membicarakan tentang sumber
pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan atau dengan kata lain
Episitimologi adalah pengetahuan tentang pengetahuan atau teori tentang
pengetahuan. Sebagaimana sumber-sumber dari Al-Quran dan Hadist Rosul itu
merupakan epistimologi yaitu ilmu pengetahuan atau langkah-langkah dan
cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan yang telah digariskan oleh Al-Quran.
Epistimologi ilmu perpektif ini bahwa ilmu pengetahuan diperoleh dengan
menggunakan alat indra, akal, mata hati dan taufik dan hidayah dari
Allah. Sebenarnya epistimologi ilmu persepektif Al-Quran merupakan silmutan
secara intergratif dari aliran-alilran epistimologia yang terdapat dalam
filsafat yaitu empirisme, rasionalilsme, dan intuisme. Sedangkan aksiologi
adalah bagaimana menggunakan hasil kajian dari objek yang dikaji, yaitu ilmu
pengetahuan yang menyelidiki tentang hakikat segala sesuatu dialam semesta
jagat raya ini jug didasarkan pada koridor-koridor yang benar dan lurus yaitu
wahyu yang memandu fitrah aqli manusia, oleh karena itu ketiga istilah tersebut
jika dihubungkan dengan keyakinan agama adalah benar, ketiganya saling memiliki
keterkaitan dan keterikatan dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Dimana sumber-sumber
wahyu dari Al-Quran dan sunah Rosul benar-benar merupakan epistimologi yang
hakiki yang terhindar dari kesalahan karena datang dari yang maha pencipa. Yang
merupakan Naqliah yang dapat memandu Aqliah ketika mencari kebenaran tidak
lewat ilmu pengetahuan dan filsafah ilmu hasil ro’yu manusia yang semata yang
sedikit dan terbatas. Maka apabila melakukan aksiologi adalah bagaimana
menggunakan hasil kajian yaitu pengetahuan yang menyelidiki tentang segala
sesuatu yang ada dengan berpedoman kepada teori pengetahuan (epistimologi) yang
bersumber dari Quran dan sunah Rosul maka akan mendapatkan hasil kajian ilmu
yang berupa rahmatan lil alamin. Tujuan mencari kebenaran dengan ilmu Allah
yaitu ilmu pengetahuan dalam Isalam adalah untuk mendapatkan ridho Allah SWT
dalam meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, bukan meraih kebahgian duniawi
semata.
Filsafat ilmu memililki peran yang
signifikan terhadap perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan filsafat ilmu
menjadi is a tool of how to loking for Science and knowledge development. Dalam
membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuan sosial dan humaniora dalam sebuah
penelitian harus dilakukan secara sistematik dengan pendekatan filsafah ilmu
sebagai alat pisau analisisnya. Sebelum menjelaskan lebih lanjut filsafat ilmu
sebagai pendekatan yang digunakan dalam penelitian Science, maka kami akan
menjelaskan dulu tentang hakekat Science. Science tidak bertanya tentang apakah
objek penelitian itu baik atau buruk, science tidak bertanya tentang apakah
objek penelitian itu baik atau buruk, science atau ilmu pengetahuan sering
dipandang sebagai akumulasi pengetahuan yang sistematis. Science harus dapat
memperluas dan mengembangkan ilmu pengetahuan, akan tetapi hakekat Science yang
utama adalah bagaimana sebagai suatu metode pendekatan terhadap keseluruhan
dunia empiris, yakni dunia kenyataan yang dapat dikenal olah manusai melalui
pengalamnnya. Science tidak bertujaun untuk menemukan kebenaran secara mutlak,
bagi sience segala pengetahuan bersifat sementara atau tentatif yang dapat
berubah, bila ditemukan data baru, misalnya jika ditemukannya dengan
menggunakan alat baru. Science adalah suatu metode analisis dan mengemukakan
penemuannya dengan hati-hati dalam bentuk “jika”, “maka”. Dengan science, teori
memegang peran yang amant pentian, teori merupakan hal yang pokok dan dasar
bagi science. Peneliltian merupakan suatu kegiatan pengkajian terhadap suatu
permasalahan denga menggunakan metode ilmiah. Hasilnya berupa pengetahuan
ilmiah atau teknologi yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
Sedangkan evaluasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendaptakan
informasi yang diperoleh melalui tata cara tertentu berdasar pada metode
berpikir ilmiah. Hasilnya adalah pengetahuan ilmiah yang digunakan untuk
pengambilan kebijakan terhadap hal yang dipermasalahkan. Dengan demikian,
kegiatan penelitian, pengembangan , dan evaluasi merupakan kegiatan ilmiah yang
akan ditulis dalam bentuk dan format penulisan ilmiah seperti buku, artikel dan
lain-lain Filsapat ilmu yang mrupakan cabang filsafat yang menelaah secara
sistematis mengenai sifat dasr ilmi, metodenya, konsep-konsepnya dan
peranggapan-peranggapannya, seta letaknya dalam kerangka umum dari cabang
pengetahuan intelektual berasal dari hasil ra’yu (akal, budi, dan rasio) manusia
yang sangat terbatas, karena ilmu yang diberikan Alah kepada umat manusia
sangat sedikit sekali dan menjadi sunatulah, sebagai anugerah dan kenikmatan
yang diberikan oleh yang mah menciptakan alam semesta ini termasuk manusia
didalamnya. Oleh karena itu akal pikiran manusai dalam mencari kebenaran dalam
memperluas dan mengembangkan ilmu pengetahuan (baik ilmu social, fisika,
ekonomi, hukum dll) dengan pendekatan filsafat ilmu sebagai pisau analisis
harus dipandu oleh nakli Allah (agama) sebagai landasan Aksiomatika Ajaran
agama islam karena sesungguhnya agama diisi Allah adalah agama islam ,
sesungguhnya penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam itu
merupakan keterangan bagi orang-orang yang berpikir (Q,S.3 ayat 190) sehingga
dalam mencari kebenaran apapun yang dikehendaki manusia tidak akan tersesat
dari jalan kebenaran.
Sebagaimana disiplin ilmu yang akan
menjadi fakus kajian yang dikaitkan denga penellitian yang akan dijadikan
sebuah disertasi maka perlu mengetahui kajian dalan dunia filsafat ilmu sebagai
pisau analisinya yang terdiri dari Ontologi, Estimologi, dan Aksiologi . Dimana
ketiga hal tersebut saling memiliki keterkaitan dan keterikatan dan
keterbatasan. Fungsi dan tugas pokok filsafah ilmu antara lain adalah
mengembangkan ilmu, memberikan landasan filosofik untuk memahami berbagai
konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu, memberikan landasan filosofik untuk
memahami berbagai konsep dan terori sesuatu disiplin ilmu maupun membekali
kemampuan membangun teori ilmiah. Substansi kajian filsafat ilmu adalah antara
lian mengenai kenyataan , kebgenaran, tingakt kepastian atau konfirmasi,
dan logika inferansi. Ontologi adalah objek apa yang dikaji sebagi akar ilmu
dilandasi oleh landasan aksiomatika ajaran agama isalam , bagaimana semua
mahluk yang ada dilangit dan bumi itu milik Allah dan semua itu harus
diperlakukan secara adil dan objek yang diteliti termasuk ayat yang tercipta
walaupun semua itu mengabdi pada manusia sebagai sunahtulah dalam hal ini
alquran memberikan petunjuk (solusi) berupa metode praktis tentang cara –cara
memperoleh ilmu, yakni melalui metode ilmiah yang realistis, dan jauh dari
perdebatan teroritis dan hipotesis. Hal ini bertujuan demi kebaikan umat
manusai dan menjauhkannya dari kekeliruan-kekliruan sesuai dengan Firman
Allah:
Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyaik akal atau yang
menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikannya (QS. Qaf: 37).
Epistimologi bagaimana cara mengkaji
objek tersebut sebagai pondasi keilmuan dalam mencari kebenaran objek dari
suatu disiplin ilmu (bagaimana cara memperoleh ilmu) pada tingkat ini konsepsi
manusia seutuhnya harus berlandaskan atau dipandu oleh ayat-ayat Allah
dalam mikrokosmos yang akan melahirkan metodelogi penelitian dimana sebagai
objek formal dan objek material adalah ilmu sosial dan humaniora dan akan
menghasilkan gran tiori –gran tiori baru dalam pengembangan dan
perluasan ilmu yang terus berkembang dengan selalu mendapat bimbingan atau
panduan dari nakli Allah, demikian juga dalam hal Aksiologi bagaimana
menggunakan hasil kajian tersebut akan selalu diarahkan untuk kemaslahatan umat
manusia dan lingkungannya seperti dalam pemanfaatan cabang-cabang ilmu
pengetahuan social dan humaniora sesuai dengan ayat-ayat Allah yang tercipta
yaitu ayat-ayat Allah dalam makrokosmos. Maka dengan sistematika
pendekatan yang digunakan untuk membangun ilmu pengetahuan social dan
humaniora dalam sebuah penelitian dengan filsafat ilmu yang tauhidullah,
Insya Allah akan menghasilkan ilmu-ilmu yang bermanfaat sesuai dengan tuntunan
Nya dan tidak membuat kerusakan di muka bumi ini.
Fondasi keilmuan dalam mencari
kebenaran objek dari suatu disiplin ilmu bagaimana cara memperolehnya ilmu
tersebut digunakan metode penelitian baik metode penelitian dengan
menggunakan metode berpikir induktif dari hal yang khusus menjadi hal
yang umum dan deduktif atau deskriftif, meneliti dari hal-hal yang umum menjadi
hal-hal yang khusus atau kombinasi keduannya dalam menghasilkan
resultante kebenaran ilmu pengetahuan yang kesemua ini mulai dari pemahaman
observasi, objek apa yang dikaji, bagaimana cara mengkaji objek serta bagaimana
menggunakan hasil kajian dari objek tersebut harus berdasarkan tauhidullah,
artinya semua kajian dari objek tersebut harus berdasarkan wahyu ALLah.
Tidak terbatas hasil pemikiran manusia yang terbatas, yang kemungkinannya
memperoleh pengetahuan yang keliru, oleh karena itu baik otologi, epistimologi,
mauipun aksiologi semuannya harus dipandu oleh nagliah (Nagliah harus memandu
aqliah, tidak sebaliknya). Sehingga akan menghasilkan sumber ilmu yang
benar-benar rahmatanlilalamin, bukan sumber ilmu yang membuat kerusakan di muka
bumi. Sebagaimana contoh Sains Barat Sekuler (SBS) yang mengakibatkan kerusakan
di muka bumi, contoh dijatuhkannya bom atom di jepang, pembunuhan predator
dibidang pertanian (menciptakan ilmu pestisida). Dan yang lain lagi tren
sekarang isu flu burung yang mendunia yang menghantui masyarakat
dunia karena ulahnya negara-negara barat yang dipelopori oleh
sekutu Amerika untuk membuat miskin negara ketiga termasuk Indonesia
supaya mengimpor vaksin (obat) ini adalah taktik dan strategi dalam menjual
senjata biologis dengan pendekatan ekonomic animal untuk menggaruk keuntungan
dari ketakutan bangsa-bangsa didunia dan ini perlu diwaspadai bagaimana ulah
mereka dalam memenuhi nafsu hidonismenya tidak segan-segan membuat kerusakan
dimuka bumi karena pada pasarnya mereka tidak beragama, bagaiman perang irak
sampai sekarang belum selesai karena mereka ingin menguasai minyaknya.
Sehingga mereka tidak segan-segan membuat kerusakan didaratan dan lautan
(kerusakan di muka bumi karena mereka sains yng dikembangkan tidak
dipandu oleh nakli Allah dan kedepan harus mampu merubah kepada sains
tauhidullah, oleh karena itu penerapan filsafat ilmu sangat signifikan dalam
mengembangkan dunia ilmu pengetahuan sampai akhir zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar