MANAJEMEN MUTU SEKOLAH
(Studi Kasus pada SMAN 3, SMAK 1 BPK, dan MAN 1 di Kota Bandung)
Saepul Ma’mun
ABSTRAK
Fokus masalah penelitian bagaimanakah kebijakan mutu
belum secara optimal di serahkan kepada kemandirian sekolah; 2) bagaimanakah
perencanaan mutu belum secara optimal pencapaian visi, misi dan tujuan hasil
yang memuaskan; 3) bagaimanakah pelaksanaan mutu persekolahan kurang dikelola
secara efektif, efisien, dan berkeadilan; 4) bagaimanakah upaya pengawasan mutu
dalam penyimpangan dan tindakan untuk mengatasinya. Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan menganalisa dan membuat model pengembangan manajemen mutu
sekolah. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang dilakukan dengan
studi kasus ada tiga sekola/adrasah, yaitu: SMAN 3, SMAK, MAN 1 Kota Bandung.
Taknik penggalian data dilakukan dengan penagamatan, wawancara dan studi
dokumentasi sekolah. Pengolahan data dilakukan melalui proses analisis data,
display, dan verifikasi data. Sekolah bermutu ada beberapa cara
yang ditempuh untuk mencapai bermutu, yaitu: 1) mampu menghasilkan output
tinggi dari input rendah; 2) mutu input dimaknai menjadi nilai tambah dari
input pendidikan; 3) mutu proses sebagai kondisi kualitas proses yang melampaui
harapan; 4) mutu output derajat kualitas output melebihi harapan atau standar ;
5) menciptakan dan melestarikan budaya sekolah. Merekomendasikan beberapa hal bagi sekolah,
yaitu: pertama, merumuskan kebijakan mutu, visi, misi, tujuan, dan strategi
pencapaian, norma prilaku mengakar ke semua individu; kedua, peran kepemimpinan
dalam pencapaian bermutu merupakan aspek yang sangat kritis; ketiga,
mengembangkan program kulikuler yang bervariatif banyak alternatif program
akademik sesuai minat atau kondisi peserta didik; keempat, program
ekstrakulikuler memiliki daya dukung menciptakan bermutu akademik dan non
akademik; kelima, menciptakan mengajar
bermutu, kepala sekolah menciptakan harapan yang tinggi terhadap kinerja;
keenam, menjalin kerja sama dengan stakeholders merencakanakan bermutu
bersama-sama untuk meraihnya; dan ketujuh, melakukan perubahan perilaku, budaya
suportif pada pencapaian bermutu dalam penciptaan budaya mutu sekolah.
Kata kunci: Manajemen
Mutu Sekolah
PENDAHULUAN
Upaya untuk meningkatkan mutu
sekolah dalam menjalankan fungsi kepemimpinan dan memperbaiki mutu sekolah,
diperlukan pemahaman penguasaan manajerial diperlukan kemampuan dan orientasi
merencanakan, mengorganisasikan, mengkomunikasikan, memotivasi, mengarahkan dan
pengawasan serta dilakukan terus menerus untuk muru pendidikan. Mutu sekolah
selalu memenuhi standar yang tertinggi dan tidak dapat diungguli, sehingga mutu
dianggap sesuatu yang ideal yang tidak dapat dikompromikan, seperti kebaikan,
keindahan, kebenaran. Sejalan dengan pandangan Zamroni (2007, hlm. 2) dikatakan
bahwa peningkatan mutu sekolah adalah suatu proses yang sistematis yang terus
menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang
berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar menjadi target sekolah dapat dicapai
dengan lebih efektif dan efisien. Sebagai suatu skema, sekolah sudah seharusnya
memandang bahwa proses pendidikan adalah suatu peningkatan terus-menerus yang
dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan lulusan
(output) yang berkualitas, pengembangan kurikulum, proses pembelajaran dan ikut
bertanggung jawab untuk memuaskan pengguna lulusan sekolah tersebut. Hal yang
berkaitan dengan proses penyelenggaraan sekolah terletak pada manajemen sekolah
dalam mengelola masukan-masukan agar tercapai tujuan yang telahditetapkan
(output sekolah). Proses berlangsungnya sekolah selalu focus pada
berlangsungnya pembelajaran yaitu terjadinya interaksi antara siswa dengan guru
yang didukung oleh perangkat lain sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Sedangkan output sekolah yaitu berupa kelulusan peserta didik, peserta didik
yang lulus dengan sangat baik. Output sekolah berfokus pada peserta didik yang
memiliki kompetensi yang dipersyaratkan. Output sekolah adalah lulusan yang
berguna bagi kehidupan yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, dan
lingkunganya. Artinya, lulusan semacam ini mencakup outcome.
Problematikanya terletak pada
proses dan output dengan ketidaksesuaian antara kemampuan yang dimiliki oleh
lulusan yang lebih banyak tuntutan mencari lapangan pekerjaan dengan tuntutan
melanjutkan kejenjang pendidikan tinggi. Kondisi ini seperti diungkapkan oleh Hermana dan Didin Muhafidin, (2009): “pada
kenyataan bahwa sebagian besar (53,12%) lulusan sekolah (SMA/Aliyah) yang tidak
melanjutkan ke perguruan tinggi dan sebagian besar lulusan SLTP/MTs tidak
melanjutkan ke SLTA. Kenyataan ini mengundang pemikiran yang serius, karena
lulusan SLTP/MTs dan SMA/Aliyah merupakan calon tenaga kerja yang pada dasarnya
tidak dibekali dengan kecakapan khusus (life
skills) dalam memasuki dunia kerja.”
Departemen Pendidikan
Nasional (2001, hlm. 1) menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan mutu
pendidikan tidak mengalami peningkatan yaitu: 1) kebijakan dan penyelenggaraan
pendidikan nasional menggunakan pendekatan (education
production function atau input analysis) yang tidak dilaksanakan secara
konsekuen.; 2) penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara birokratik-sentralistik
dimana bergantung pada keputusan birokrasi sehingga sekolah tidak dapat mandiri
dan tidak dapat mengembangkan dan memajukan lembaganya; 3) kurangnya peran
serta dari masyarakat. Dimana pendekatan ini kurang memperhatikan proses
pendidikan. Padahal proses pendidikan menentukan output pendidikan.
Memperbaiki kualitas
pendidikan harus dimulai dari komitmen untuk melakukan perubahan oleh segenap
komponen sekolah, memperbaiki kinerjanya dalam rangka memberikan kepuasan
kepada pelanggan utama sekolah. Sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan mutu
pendidikan secara terus menerus dalam rangka memenuhi keinginan masyarakat. Peningkatan
mutu pendidikan di suatu sekolah menuntut partisipasi dan pemberdayaan seluruh
komponen pendidikan dan penerapan konsep pendidikan sebagai sebuah system.
Pendidikan sebagai suatu system tidak menghasilkan output dan outcame yang
bermutu apabila proses pendidikannya tidak dikelola secara baik.
Upaya untuk meningkatkan
manajmen mutu sekolah dalam menjalankan fungsi kepemimpinan dan memperbaiki
mutu sekolah, diperlukan pemahaman dan penguasaan manajerial yang diperlukan
dalam kemampuan dan orientasi yang memiliki kemampuan merencanakan,
mengorganisasikan, mengkomunikasikan, memotivasi, mengarahkan dan pengawasan
serta tindak lanjut terhadap kegiatan sekolah. Mewujudkan manajemen mutu
sekolah dituntut untuk fokus pada pelanggan (peserta didik), adanya
keterlibatan semua warga sekolah, adanya ukuran baku mutu pendidikan, memandang
pendidikan sebagai sistem dan mengadakan perbaikan mutu sekolah secara
berkesinambungan, dan ”bagaimanakah manajemen mutu sekolah pada kebijakan mutu,
perencanaan mutu, strategi pelaksanaan mutu, dan pengawasan mutu yang
dilaksanakan di SMAN 3, SMAK BPK Penabur, dan MAN 1 Kota Bandung?”.
Berangkat dari latar belakang
penelitian yang kemudian disempitkan menjadi pertanyaan penelitian, ada
beberapa pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu:
1) bagaimana menyusun, menganalisis, dan melaksanakan kebijakan mutu di SMAN 3,
SMAK 1 BPK Penabur, dan MAN 1 di Kota Bandung dilaksanakan?; 2) bagaiman
menyusun perencanaan mutu yang dilakukan oleh SMAN 3, SMAK 1 BPK Penabur, dan
MAN 1 di Kota Bandung?; 3) bagaimana
strategi pelaksanaan mutu yang dilakukan oleh SMAN 3, SMAK 1 BPK
Penabur, dan MAN 1 di Kota Bandung?; dan 4) bagaimana pengawasan mutu yang
dilaksanakan di SMAN 3, SMAK 1 BPK
Penabur, dan MAN 1 di Kota Bandung?
Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan secara lebih mendalam tentang manajemen mutu sekolah (pada
dimensi kebijakan mutu, perencanaan mutu, strategi pelaksanaan mutu, pengawasan
mutu) dalam mencapai mutu di di SMAN 3,
SMAK 1 BPK Penabur, MAN 1 di Kota Bandung. Manfaat dari penelitian ini, adala
secara teoritik, diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan dan
mempertajam teori dan konsep yang berkaitan dengan manajemen mutu pendidikan
pada umumnya dan khususnya bidang manajemen mutu sekolah dalam pendidikan. Dari
dimensi kebijakan, mutu pendidikan merupakan pernyataan visi yang harus sesuai
dengan tujuan organisasi, dan harus berkomitmen untuk memenuhi persyaratan
sistem manajemen mutu, memiliki perbaikan terus-menerus dalam sistem. Kebijakan
mutu sekolah harus menyediakan kerangka kerja untuk meninjau tujuan organisasi,
dan harus dikomunikasikan secara langsung sehingga setiap orang dalam
organisasi memahami kebijakan dan bekerja sesuai dengan kebijakan.
TINJAUAN TEORITIS
1. Manajemen Mutu Sekolah
Manajemen mutu sekolah merupakan alternatif baru
dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan
kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school (Scheerens, Jaap, 2000, hlm.vii) yang lebih
memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan, diantaranya: 1) Pendidikan
dan Perkembangan (education and
development); 2) Pertimbangan-pertimbangan keadilan (equity considerations); 3) Kualitas pendidikan (quality of
education); 4) Struktur, administrasi dan manajemen pendidikan (structure, administration and management of
education); 5) Kurikulum (curriculum);
6) Biaya dan pendanaan pendidikan (cost
and financing of education); 7) Teknik-teknik dan pendekatan perencanaan (planning techniques and approaches); 8)
Sistem informasi, monitoring dan evaluasi (information
systems, monitoring and evaluation).
J. M. Juran W. E. Deming, (1995) dalam J. L.
Ashford, (2003, hlm.5) bahwa praktek-praktek pengelolaan sekolah yang membawa
pesan baru sebagai berikut: 1) Manajemen kualitas sangat penting untuk
kelangsungan hidup organisasi dan komitmen dari manajemen puncak; 2)Tanggung
jawab utama untuk kualitas sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan.
Pengendalian dengan inspeksi merupakan yang nilai terbatas; 3) Untuk tanggung
jawab untuk kualitas terletak pada lembaga penjaminan mutu. Manajemen membuat
sistem kontrol dan verifikasi dalam pekerjaan, dan mendidik dan
mengindoktrinasi tenaga kerja dalam mengaplikasikan pekerjaannya; dan 4) Biaya
pendidikan dan pelatihan untuk kualitas, dan biaya lain yang ditimbulkan oleh
output (produk gagal sedikit) maka kualitas produk yang lebih baik dan
keuntungan yang lebih tinggi.
Manajemen mutu sekolah adalah praktek-praktek
pengelolaan sekolah dari input, proses, dan output. hal ini mendorong munculnya
pemikiran konsep manajemen mutu sekolah (MMS). Di dalam implementasi manajmen
mutu sekolah. Sekolah bertanggung jawab untuk mengelola dirinya sendiri terkait
dengan masalah administrasi, keuangan, dan personil sekolah. Kepala sekolah
harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah warga sekolah serta terlibat
dalam proses perubahan sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip manajemen mutu
terpadu dengan menciptakan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri
Sallis, Edward (2005, hlm. 2-3) mengemukakan mutu
sekolah terbaik negeri/swasta yang selalu mengedepankan kualitas dalam
penyelenggaraan sekolah, antara lain adalah: a) guru berprestasi; b)
nilai-nilai moral yang tinggi; c) hasil pemeriksaan yang sangat baik; d)
dukungan dari orang tua, bisnis dan masyarakat setempat; e) sumber daya berlimpah; f) penerapan teknologi
terbaru; g) kepemimpinan yang kuat mencapai tujuan; h) focus perhatian kepada
siswa; dan j) kurikulum seimbang dan menantang.
Dengan demikian mutu sekolah jika memenuhi standar
yang tertinggi dan tidak dapat diungguli, sehingga mutu dianggap sesuatu yangi
deal yang tidak dapat dikompromikan, seperti kebaikan, keindahan,
kebenaran. Mutu sekolah dalam konsep ini
menunjukkan keunggulan status dan posisi dengan mutu tinggi (high quality). Jika dikaitkan dengan
konteks manajemen mutu sekolah, maka konsep mutu absolut bersifat elit karena
hanya sedikit lembaga pendidikan yang dapat memberikan pendidikan dengan high quality kepada peserta didik.
Sedangkan sebagian besar lembaga pendidikan, tidak dapat memberikan high
quality (mutu tinggi) kepada siswanya. Jadi ada beberapa konsep manajemen mutu
sekolah tersebut, konsep mana yang dianut dalam praktek penyelenggaraan
sekolah?. Kalau dicermati dari praktek penyelenggaraan sekolah, konsep di atas
digunakan secara integrasi, baik mutu dalam pengertian absolut, relatif
(standar), maupun kepuasan pelanggan. Hal ini dapat dipahami bahwa manajemen
mutu sekolah merupakan program peningkatan kulitas lembaga/sekolah baik secara
internal maupun eksternal.
2. Kebijakan
Kebijakan mutu yang dilaksanakan di sekolah
selama ini belum sesuai dengan harapan karena disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya adalah strategi pembangunan pendidikan yang lebih bersifat “ input oriented” dan bersifat “macro oriented” yang cenderung diatur
oleh birokrasi ditingkat pusat. Institusi sekolah masih mengandalkan pola
manajemen lama yang dianggap kurang efektif dan efisien sehingga hasilnya
kurang maksimal, seharusnya dikembangkan pola manajemen pada kepuasan
pelanggan, artinya bahwa mutu sekolah dapat ditingkatkan melalui penerapan
kebijakan manajemen mutu.
Menurut Monahan dalam Syafaruddin (2008, hlm. 75)
bahwa kebijakan berkenaan dengan gagasan
pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah/lembaga
sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya. Tilaar, H.A.R. dan Nugroho, R. (2008, hlm.125) bahwa “kebijakan pendidikan
nasional merupakan acuan dasar untuk mengembangkan program pendidikan nasional
dalam rangka proses peningkatan martabat
bangsa Indonesia”. Dengan kata lain suatu kebijakan pendidikan pada dasarnya
memiliki dampak terhadap eksistensi suatu bangsa. Sehubungan dengan itu, untuk
eksis sebagai bangsa yang bermartabat perlu mengembangkan berbagai kebijakan
pendidikan yang mampu meningkatkan kinerja pendidikan nasional.
Implementasi suatu kebijakan mensyaratkan adanya
empat faktor, yaitu: (1) translation
ability, yaitu kemampuan staf pelaksana untuk menterjemahkan apa yang sudah
diputuskan oleh pengambil keputusan untuk dilaksanakan, (2) resources
(sumberdaya), khususnya yang berkaitan dengan sumber daya manusia, finansial,
dan peralatan/sarana, (3) limited number of players, yaitu jumlah pelaksana
kebijakan yang tidak terlalu banyak, agar tidak menimbulkan kebingungan dan
kompetisi yang tidak sehat, dan (4) accountability, yaitu adanya proses
pertanggunggugatan dari pelaksana kebijakan terhadap apa yang telah dihasilkan
(Gerston dalam Baedhowi, 2009, hlm.27).
Jika kebijakan mutu sekolah tidak terkait dengan
tujuan organisasi, maka perlu memeriksa kembali kebijakan mutu tesebut sesuai
tidaknya dengan tujuan. Berkenaan dengan hal tersebut perlu mencari tahu
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut: a) kurikulum dan Pembelajaran.
Sekolah memperluas substansi kurikuler pada proses pengajaran di kelas/luar
kelas. Perluasan dan pendalaman ini ada juga yang dilakukan sekolah dengan
mengkombinasikan tiga jenis kurikulum, kurikulum local, kurikulum nacional, dan
inernasional; b) proses pendidikan dan pembelajaran. Ada sekolah yang
menerapkan (system boording school), sebagai salah satu media untuk
memperluas dan memperdalam proses pendidikan dan pembepajaran. Program ekstra
dan intra kulikuler juga dijadikan salah satu media sekolah dalam proses
memperkaya peserta didik; c) pendidik dan Tenaga Kependidikan. Yang selama ini
menjadi daya tarik dan daya tawar mutu sekolah terkait dengan pendidik dan
tenaga kependidikan adalah kualifikasi guru, asal lulusan perguruan tinggi yang
unggul baik dalam maupun luar negeri; d) parana dan prasarana. Fisik bangunan yang megah, sangat lengkap dan lux juga bisa
dijadikan salah satu parameter; e) pengelolaan pendidikan. Sistem pengelolaan
yang terintegrasi dengan informasi dan telekomunikasi (IT) menjadi trend di sekolah-sekolah yang
berlabel bermutu oleh masyarakat, ataupun oleh sekolah yang menyebutkan dirinya
sekolah bermutu; f) penilaian pendidikan. Ada beberapa sekolah
menggunakan standar penilaian dan metode penilaian yang mengacu ke
negara-negara maju, misalnya ada yang mengacu pada CIE (Cambridge International Examination), International School Service
(ISS), Council of International School (CIS).; dan g) partisipasi Masyarakat. Partisipasi
masyarakat mengandung makna adanya keterlibatan aktif serta pembagian peran dan
tanggung jawab diantara pelaku yang ada di dalamnya. Partisiapasi masyarakat
berupa gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan pendidikan dalam
meningkatkan mutu sekolah.
Dengan demikian, kebijakan mutu suatu organisasi
harus menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan dan meninjau sasaran mutu
organisasi. Sebuah kebijakan mutu juga harus mencakup komitmen yang jelas untuk
kepuasan pelanggan dan perbaikan terus-menerus. Kebijakan mutu suatu organisasi
harus memiliki pernyataan yang jelas dari hasil, kebijakan tersebut harus
dipahami oleh staf organisasi. Kebijakan
mutu memeliki karakteristik pertama, perlunya penetapan tujuan, pembuatan
kebijakan, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi; kedua, keterlibatan guru dan staf, siswa dan
masyarakat; ketiga, fokus pada fungsi utama sekolah belajar dan mengajar.
2. Perencanaan Mutu
Penelitian Kenneth N. Ross and Lars Mahlck,
(2006, hlm.10-11) secara konseptual prosedur dan metodologi perlu perubahan dalam
perencanaan pendidikan. Secara khusus, disimpulkan bahwa perencanaan pendidikan
yang diperlukan untuk (a) menggambarkan misi sekolah, (b) mengakui hubungan
antara input dan output pendidikan, (c) menggunakan pendekatan rasional untuk
perencanaan pendidikan untuk masa depan dalam keputusan perencanaan, (d) peran
dari praktisi pendidikan, (e) asumsi hubungan sebab akibat yang jelas antara
eksplorasi perluasan pendidikan dan pengembangan sosial yang dibutuhkan lebih
lanjut, dan (f) membangun sistem pendukung penelitian yang solid sehingga
keputusan dapat dibuat atas dasar bukti dan bukan spekulasi.
J. A. Ashford, (2003:124) dalam ISO 9001:2008 BS
5750 bahwa rencana mutu harus menetapkan:
a.
Sasaran mutu yang akan dicapai;
b.
Alokasi spesifik tanggung jawab dan wewenang
selama fase yang berbeda dari proyek;
c.
The spesifik prosedur, metode dan instruksi kerja
yang akan diterapkan;
d.
Program pengujian yang sesuai, inspeksi,
pemeriksaan dan audit pada tahap yang
sesuai (misalnya desain dan pengembangan);
e.
Sebuah metode untuk perubahan dan modifikasi
dalam rencana kualitas proyek melanjutkan;
f.
Langkah-langkah lain yang diperlukan untuk
memenuhi tujuan.
Gagasan perencanaan mutu pendidikan merupakan
isu-isu sedang berkembang yang berhubungan dengan tujuan, eksklusif,
kausaliatas tak terbantahkan, rasionalitas, dan pengambil keputusan yang
rasional membuat sektor pendidikan berfungsi lebih efektif. Perencanaan tidak
lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta
cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Kenneth
N. Ross and Ilona Jurgens Genovois, (2006, hlm.3) bahwa:
"Planning
the quality of education with regard to the input of educational resources,
teaching and learning conditions, and indicators of knowledge, skills, and
values acquired by students in decision making and the availability of accurate
information and timely" (http://www.unesco.org.iiep.ternational Institute
for Educational Planning Pergamon Press.2006).
Perencanaan mutu pendidikan berkaitan dengan
input sumber daya pendidikan, kondisi proses belajar mengajar, dan indikator
dari pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh oleh siswa dalam
pengambilan keputusan dan ketersediaan informasi yang akurat dan tepat waktu.
Sebuah proses perencanaan yang efektif merupakan karakteristik penting setiap
organisasi sukses. Dengan demikian, perencanaan mutu berangkat dari analisis
input, proses, dan output terutama berfokus pada konten isu, kebijakan,
strategi, tindakan, hasil bagian dari pembangunan pendidikan.
Sallis, (2005, hlm. 43) mengutip dari Juran
(1995) untuk mengembangkan perencanaan mutu, yang terdiri dari langkah-langkah
sebagai berikut: 1) merumuskan tujuan mutu (visi dan misi); 2) menidentifikasi
dan menentukan kebutuhan pelanggan (masyarakat); 3) untuk mengembangkan mutu
sekolah dan respon dari pelanggan (masyarakat); 4) dapat mengembangkan proses
perbaikan mutu sekolah dan menghasilkan mutu yang lebih efektif; 5)
pengendalian proses mutu dan mengubah rencana output sebagai kekuatan
operasional dari proses pendidikan.
Perencanaan mutu berkenaan dengan visi dan misi
sekolah. Identifikasi visi dan misi organisasi adalah langkah pertama dari
setiap strategi proses perencanaan. Visi lembaga pendidikan/sekolah menetapkan
visi ideal menyatakan bahwa tujuan organisasi untuk mencapai;misi
mengidentifikasi sasaran dan tujuan utama kinerja. Keduanya didefinisikandalam
kerangka filsafat lembaga, dan digunakan sebagai konteks munculnya pengembangan
dan evaluasi strategi. Visi dan misi harus jelas tidak boleh melebih-lebihkan
kontek dan kontennya, tidak ada langkah-langkah berikutnya akan masalah jika
organisasi tidak yakin di mana ia menuju.
3. Pelaksaaan Mutu
Mohammed Ahmed Hamad Ahmed and Ahmed Gumaa
Siddiek, (2008, hlm. 99) dikutip dari Adrarrakka, (2006) bahwa strategi
manajemen mutu sebagai proses yang mengatur tujuan jangka panjang mutu dengan
mendefinisikan kembali mutu. Hal ini jelas bahwa strategi manajemen mutu fokus
pada penyebab kegagalan dan kelemahan, upaya dalam organisasi pendidikan.
Karena setiap produk memiliki nilai yang terkait dengan itu, maka perlu untuk
menentukan proses-proses yang berhubungan dan mendukung aktivitas setiap
tahapan proses. Manajer kualitas juga menentukan jumlah nilai tambah untuk setiap
proses. Hasil terfragmentasi untuk menciptakan visi yang disosialisasikan ke
dalam organisasi menggunakan representasi teknis, manajerial dan budaya.
Dradjad Irianto, (2005, hlm. 23) mengutip dari Pettigrew (1997) mengemukakan
model pelaksanaan manajemen mutu sebagai proses perubahan internal dan konteks
organisasi yang membentuk dan dibentuk secara bergantian atau bersamaan.
Tiga dimensi penting dari perubahan (Pettigrew,
A., Thomas, H dan R. Whittington, 2002), dimensi pelaksanaan manajemen mutu
dapat dibangun sebagai melibatkan konten, konteks dan proses, seperti
digambarkan pada Gambar 2.1. Tanda panah dalam gambar ini merupakan interaksi
antara dimensi-dimensi.
Gambar.
2.1. Tiga dimensi pelaksanaan manajemen mutu (Sumber: Pettigrew dan Whipp ( 2002).
(Implementation)
Process
|
Context
(Organisational & cultural)
|
Content
(Quality management)
|
Dari gambar di atas dapat diilustarikan bahwa strategi pelaksanaan
mutu manajemen dipandang sebagai strategi bisnis yang menjanjikan. Feigenbaum
(2003, hlm. 376-383), cakupan strategi
pelaksanaan mutu luas mencirikan, yaitu: (i) dukungan perubahan perilaku
karyawan, (ii) penting mempromosikan ide-ide manajemen, (iii) menegakkan
disiplin ekonomi kualitas biaya, (iv) menjembatani ide-ide perbaikan untuk mada
depan, (v) membantu universal yang berdasarkan fakta pengambilan keputusan, dan
(vi) mengukur hasil bisnis.
4. Pengawasan Mutu
Pengawasan (controlling)
merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi.
Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan.
Dalam hal ini, Herujito (2006, hlm. 242) bahwa pengawasan (controlling) sebagai elemen atau fungsi keempat manajemen ialah
mengamati dan mengalokasikan dengan tepat penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi. Dalam praktek kita lihat, kegagalan suatu rencana atau aktivitas
bersumber pada dua hal, yaitu: a) akibat pengaruh di luar jangkauan manusia (force major); b) pelaku yang
mengerjakannya tidak memenuhi persyaratan yang diminta.
Sementara itu, Robert J. Mocker
sebagaimana disampaikan oleh Handoko, Hani (2002, hlm. 159) mengemukakan
definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan,
bahwa:
“Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik
untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan–tujuan perencanaan,
merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan
standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur
penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan
untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara
paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.”
Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu
kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan
sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila
terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan
yang diperlukan untuk mengatasinya. Jadi proses manajemen sebenarnya merupakan
proses interaksi antara berbagai fungsi manajemen.
B. Purushothama, (2010, hlm. 59) menyatakan
bahwa: “ Pengawasan mutu adalah proses manajerial di mana kinerja proses aktual
dievaluasi dan tindakan yang diambil pada kinerja yang tidak biasa. Ini adalah
proses untuk memastikan apakah mulai dari input, pelaksanaan, dan output
memenuhi standar yang telah ditetapkan dan tindakan yang diperlukan diambil
jika standar tidak terpenuhi”. Pengawasan mutu pendidikan dapat dilaksanakan
sejak input/masukan (siswa) masuk sekolah, mengikuti proses belajar mengajar di
sekolah dan hingga menjadi lulusan dengan berbagai kompetensi yang dimilikinya”.
Defenisi ini tidak hanya terpaku pada apa yang direncanakan, tetapi mencakup
dan melingkupi tujuan organisasi. Hal tersebut akan mempengaruhi sikap, cara,
sistem, dan ruang lingkup pengawasan yang akan dilakukan oleh seorang manajer.
Pengawasan sangat penting dilakukan oleh lembaga pendidikan (sekolah) dalam
kegiatan operasionalnya untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan–penyimpangan
dengan melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan tersebut untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan oleh sekolah sebelumnya.
Jens J. Dahlgaard, Kai Kristensen and Gopal K.
Kanji, (2007, hlm. 73) mengutip dari Ishikawa (1985) mengemukakan proses
pemecahan masalah dengan sepuluh langkah pengawasan mutu (control quality) sebagi berikut: Rencana: 1) memutuskan pada tema
(menetapkan visi, misi dan tujuan); 2) menjelaskan alasan tema tertentu
dipilih; 3) menilai situasi sekarang; 4) analisis (menyelidik ke dalam
penyebab); 5) menetapkan tindakan korektif; Lakukan: 6. implementasi; Periksa:
7. mengevaluasi hasil; Tindakan: 8. standardisasi; 9. setelah berpikir dan
refleksi, pertimbangan masalah yang tersisa; 10. perencanaan untuk masa depan.
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses secara sistematis
dalam melaksanakan perbaikan berkelanjutan. Konsep yang berlaku di sini adalah
siklus PDCA (plan-do-check-act), yang
terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan
hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh
5. Kerangka Pemikiran
1)
Pendekatan Konteks
Sehubungan dengan upaya peningkatan mutu sekolah,
terdapat tiga kekuatan pokok yang dapat
mendorong gerak lembaga sekolah mencapai “mutu” pendidikan yang diharapakan
yaitu: (a) Kepemimpinan. Kepemimpinan dalam melaksanakan MMS adalah salah satu
bentuk alternatif kebijakan desentralisasi pendidikan; (b)Mutu Kinerja Sekolah.
Kualitas kinerja sekolah merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seluruh
warga sekolah di lembaga dengan wewenang dan tanggungjawab untuk mencapai
tujuan kelembagaan (sekolah) sehingga mengalami peningkatan mutu secara
keseluruhan dan terus menerus.; (c) Kebijakan Pendidikan. Rasionalnya, sistem
pendidikan semestinya mampu menjadi instrumen pemersatu dan produsen
manusia-manusia teknokrat yang bermoral nasionalis bagi kejayaan bangsa di
tengah-tengah dinamika masyarakat global
2)
Input. a) memiliki kebijakan sekolah: tujuan
sekolah jelas tentang kebijakan mutu, kebijakan mutu disusun oleh kepala
sekolah dan disosialisasikan kepada warga sekolah, dan pemikiran, tindakan,
kebiasaan, karakter diwarnai kebijakan mutu; b)
sumberdaya manusia disiapkan untuk berkualitas: sumberdaya manusia
disiapkan untuk berkualitas, dana,
peralatan, perlengkapan, bahan, sisten, organisasi, masyarakat; dan mampu
mendayagunakan sumberdaya terbatas derni mutu; c) memiliki harapan prestasi
yang tinggi: memiliki dorongan prestasi anak didik dan sekolah yang tinggi, kepala
sekolah memiliki komitmen dan motivasi tinggi untuk mutu, dan guru &
karyawan memiliki komitmen dan motivasi tinggi untuk mutu anak didiknya, walau
sumber daya sekolah terbatas; d) fokus pada pelanggan: pelanggan, terutarna
peserta didik sebagai focus kegiatan sekolah, pemuasan pelanggan dengan mendaya
gunakan sumberdaya maksimal; e) manajemen yang tertata dan jelas: rencana
sistematis dan rinci, tugas jelas, program pendukung rencana, aturan main yang
pasti, dan kendali mutu yang berjalan
efektif dan efisien.
3)
Proses. Proses dalam manajemen kebutuhan sekolah
adalah kegiatan yang mengatur untuk mempersiapkan segala peralatan atau
material bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Pertama,
komitmen manajemen puncak, yaitu kepemimpinan sekolah yang kuat: 1) kepala sekolah memiliki kelebihan dan
wibawa (pengaruh); 2) kepala sekolah harus mengkoordinasi, menggerakkan,
menyerasikan sumberdaya; dan 3) prakarsa kreatif. Kedua, fokus pada
pelanggan: 1) pelanggan, terutarna peserta didik sebagai focus kegiatan
sekolah; 2) pemuasan pelanggan dengan mendayagunakan sumberdaya maksimal. Ketiga, harus berdasarkan fakta, data
dan informasi yang benar dan akurat: 1) rencana sistematis dan rinci; 2) ugas
jelas; 3) program pendukung rencana; 4) aturan main yang pasti; dan 5) kendali
mutu yang berjalan efektif dan efisien.
4)
Produk. Dengan mutu maka sebuah produk menunjukan
bahwa produk tersebut dapat dipertanggung jawabkan secara kualitas. Merancang
model manajemen mutu sekolah sebagai upaya meningkatkan efektifitas manajemen
mutu hendaknya diperkuat oleh mutu sekolah dalam sebuah organisasi paling baik
dapat dicapai dengan cara manajemen membentuk sistem manajemen mutu (SMM) yang
menggambarkan hubungan input, proses, output, dan outcome.
5)
Dampak. Penelitian beranjak dari pemikiran bahwa
masalah peran kepala sekolah, masyarakat, guru, siswa, dan komunitas budaya
sekolah harus memiliki obsesi dan komitmen terhadap mutu sekolah, memiliki visi
dan misi yang difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dan harapan para pelanggannya,
baik pelanggan internal maupun eksternal. Namun demikian, manajemen mutu
tersebut tidak lepas pengaruhnya dari serangkaian kebijakan mutu, kepemimpinan
kepala sekolah, kinerja sekolah, kebutuhan manajemen sekolah, yang secara
emplisit tertuang dalam mutu sekolah. Upaya mewujudkan mutu sekolah itulah yang
mendorong permasalahan-permasalahan pada bidang garapan manajemen sekolah dalam
pelaksanaan mutu sekolah yang kemudian dikaji sehingga ditemukan gambaran
mengenai kebijakan Sekolah, manajemen kurikulum dan pengajaran, manajemen
peserta didik, manajemen PTK, majamen
penilaian dan lulusan, manajemen sarana prasarana, manajemen pengelolaan dan
manajemen pembiayaan, partisipasi masyarakat, dan manajemen mutu layanan.
Gambaran empirik tersebut, kemudian dianalisis
dengan merujuk faktor-faktor yang dimungkinkan mempunyai pengaruh baik pada
komitmen manajemen puncak, fokus pada pelanggan, dan keputusan berdasarkan
fakta-fakta yang selalu fokus pada proses, perbaikan proses dan monev dikejawantahan
kepada perencanaan mutu, pelaksanaan mutu, dan upaya pengawasan mutu yang
dilaksanakan secara terintegrasi oleh
lembaga sekolah/madrasah. Keluaran dari analisis proses tersebut berupa rumusan
model hipotetik tentang manajemen mutu SMA/MA yang diharapkan dapat mendorong
terciptanya mutu kelembagaan SMA/MA dala m meningkatkan manajemen mutu sekolah.
Gambar 2.2. Kerangka pemikiran
Komponen Manajemen
- Kebijakan Sekolah
- Kurikulum dan Pengajaran
- Peserta Didik
- PTK
- Penilaian dan Lulusan
- Sarana Prasarana
- Pengelolaan
- Pembiayaan
- Partisipasi masyarakat
- Layanan Khusus
|
Mutu Sekolah
|
Kebijakan Pendidikan
a. UU No. 20 Th. 2003
b. PP No. 32 Th. 2013
c. Permendiknas No. 15 Th. 2010
d. Permendiknas No. 63 Th. 2009
e. Permendiknas No. 29 Th. 2005
f. Kemendiknas No.52 Th. 2008
|
Peningkatan Mutu Sebagai Salah Satu
Indicator Mutu
Kelembagaan SMA/MA di Kota
Bandung
|
Perencanaan Mutu sekolah
|
Strategi Pelaksanaan Mutu Sekolah
|
Pengawasan Mutu Sekolah
|
Komitmen
Manajemen
Puncak
|
Fokus
Pelanggan
|
Fokus
Pada Proses
|
Perbaikan
Proses
|
Monitoring dan Evaluasi
|
PROSES
|
PRODUK
|
KONTEKS
|
Kepemimpinan
Kepala Sekolah
|
Mutu Kinerja
Sekolah
|
INPUT
|
Rancangan Model Hipotetik
Manajemen Mutu Sekolah
|
DAMPAK
|
Peningkatan Manajemen Mutu Sekolah
|
Perbaikan
Terus-menerus
|
Keputusan Berdasarkan Fakta-Fakta
|
METODE PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
kualitatif melalui studi kasus pada tiga sekolah menengah atas dan madrasah,
yaitu SMA Negeri 3, SMAK 1 BPK Penabur, dan MAN 1 Bandung. Untuk mengumpulkan
data, peneliti melakukan: a) pengamatan pada sekolah/madrasah kesehariannya,
baik dalam proses KBM maupun di luar kelas; b) wawancara kepada peserta didik,
kepala sekolah, komite/yayasan, guru, putakawan, laboran dan tenaga TU; c)
studi berbagai dokumen sekolah/madrasah, yaitu rencana pengembangan
sekolah/madrasah, rencana kerja tahunan sekolah/madrasah, rencana kerja dan
anggaran sekolah/madrasah, penilaian guru, kegiatan sekolah/madrasah,
administrasi guru, dan dokumen lainnya yang berkenaan dengan penyelenggaraan
sekolah/madrasah. Pengendalian data lapangan dilakukan selama 12 bulan pada
tiga sekolah/madrasah yang dijadikan sebagai kasus penelitian, yaitu bulan Juli
2013 sampai dengan bulan Juli 2014. Metode deskriptif ini mengacu pada studi
kasus yaitu pada sekolah SMA Negeri 3, SMAK 1 BPK Penabur, dan MAN 1 Bandung.
Studi kasus kualitatif mempunyai karakteristik; (1) mempunyai latar belakang alamiah,
(2) manusia sebagai alat atau instrumen penelitian dapat lebih adaptabel; (3)
teori diambil dan dasar melalui analisis secara induktif; (4) laporan bersifat
deskripsi; (5) lebih mementingkan proses daripada hasil dan (6) desain
penelitian bersifat sementara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
manajemen mutu pada SMA/MA unggulan berlandaskan pada visi, misi, tujuan dan
strategi peningkatan mutu sekolah berkelanjutan (continous quality improvement)
yang diawali dengan mutu input, proses, dan output
2. Lokasi penelitian dan Sekolah
Kasus Penelitian
a.
Penentuan Lokasi Penelitian, Sumber Data
Penelitian dan Informan. Lokasi
penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 3 Bandung, SMAK 1 BPK Penabur, dan
Mandrasah Aliyah Negeri Bandung. Dalam penelitian ini
menggunakan rancangan multi studi kasus, maka teknik cuplikan penelitian ini
menggunakan dua tahap, yaitu 1) kasus tunggal pada kasus pertama digunakan
teknik cuplikan secara purposif yaitu mencari informan kunci (key informants) yang dapat memberi informasi
kepada peneliti tentang data yang dibutuhkan; dan 2) cara pengambilan cuplikan
seperti pada kasus pertama digunakan pula untuk memperoleh data pada kasus
berikutnya.
3. Desain Penelitian
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian
|
4. Pengumpulan Data Penelitian
a.
Data dan Informasi Penelitian: 1) sebagaimana
disampaikan pada bagian pertanyaan penelitian tentang kondisi mutu pendidikan
umum dan madrasah melalui deskripsi analisis dan pemaknaan atas studi lapangan
penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan mendeskripsikan hal-hal sebagai
berikut: (1) untuk mengetahui bagaimana kebijakan mutu, (2) untuk mengetahui
bagaimana perencanaan mutu, (3) untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan mutu (4)
untuk mengetahui bagaimana pengawasan mutu,
(5) untuk mengetahui tindakan pada masalah-masalah yang dihadapi dan
cara mengatasinya, (6) untuk mengatahui bagaimana mutu kinerja (7) untuk
melakukan strategi pengembangan manajemen mutu secara berkelanjutan.
b.
Teknik Pengumpulan data
Observasi yang dilakukan dalam proses
penggalian data lapangan pada tiga kasus sebagai berikut ini. Tabel 3.1. Jumlah kegiatan observasi pada tiga kasus yang diteliti
No
|
Kasus
|
Jumlah
Observasi
|
1
|
SMA Negeri 3 Kota Bandung
|
20
kali
|
2
|
SMAK 1 BPK Penabur 3 Kota Bandung
|
19
kali
|
3
|
Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Bandung
|
21
kali
|
Adapun narasumber yang diwawancari di tiga
kasus adalah: Tabel 3.2. Jumlah narasumber yang diwawancarai.
No
|
Kasus
|
Jumlah
wawancara
|
1
|
SMA Negeri 3 Kota Bandung
|
34
kali
|
2
|
SMAK 1 BPK Penabur 3 Kota Bandung
|
29
kali
|
3
|
Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Bandung
|
31
kali
|
Sehingga langkah-langkah yang dilakukan peneliti
untuk menganalisis data adalah sebagai
berikut: a) Peneliti berupaya mengamati berbagai subjek (fenomena) terkait dengan subjek studinya semenjak informan
mencatat data di lapangan.; b) Seusai menganalisis keadaan subjek penelitian di
lapangan disaat pengambilan data, ialah membuka keseluruahan data yang
terkumpul. Ini terkait dengan upaya mengidentifikasikan data ke dalam
kegiatan pentranskrifsian dan penandaan
tema-tema kategori-kategori yang dinilai mempunyai kesamaan maupun pertautan
tertentu; c) Membahas berbagai data yang telah terkumpul ke dalam
kode-kode, ataupun tanda-tanda berbagai
kode tersebut mencirikan pengidentifikasian
tema-tema kategorisasi yang telah terbentuk setelah mengakumulasikan data ke dalam penggolongan atau pengelompokan
tertentu; d) Berbagai data yang telah dikelompokan ke dalam tema-tema dan kategorisasi itu menjadi bahan untuk
dianalisis lebih mendalam; e) Selesai melakukan penganalisisan, peneliti
menguji kembali apa-apa yang telah ditemukannya
kepada pembimbing; dan f) Bila semua itu dinyatakan siap dan layak, maka mulai
peneliti menulis laporan hasil studinya.
5. Prosedur Penelitian
a.
Tahap Orientasi. Orientasi dalam penelitian
kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap mengenai
masalah yang hendak diteliti sekaligus untuk memantapkan desain dan fokus
penelitian berikut narasumbernya. Tahap orientasi ini dilaksanakan pada bulan
Januari 2013 dengan mempersiapkan pemilihan topik penelitian, mengkaji
literatur yang relevan, observasi awal, penyusunan proposal dan perizinan
b.
Tahap Eksplorasi. Tahap ekplorasi ini adalah
kreatifitas yang dilakukan oleh peneliti di tempat penelitian, yaitu
pengumpulan data melalui observasi partisipasi dan indepth interview. Kegiatan
yang dilakukan peneliti meliputi: 1) mengadakan kegiatan pengumpulan data yang
berkaitan dengan pengembangan model manajemen program pendidikan dan inovasi
pendidikan; 2) mengadakan wawancara; 3) mengamati kegiatan pelaksanaan
penjaminan mutu internal; 4) membuat catatan, komentar dan pertanyaan yang
berkembang di lapangan; dan 5) membuat rangkuman dan merumuskan temuan-temuan
di lapangan
c. Tahap
Member Check. Untuk mengecek kebenaran mengenai informasi-informasi yang telah
dikumpulkan, sehingga hasil penelitian lebih dapat dipercaya maka perlu
dilakukan member check. Pengecekan terhadap informasi tersebut dilakukan setiap
kali peneliti selesai mengadakan wawancara dengan kepala sekolah, guru dan para
siswa pada SMAN 3, SMAK 1, dan MAN 1 di Bandung dengan mengkonfirmasikan
kembali catatan hasil wawancara tersebut dan setelah hasil wawancara diketik
kemudian dimintakan kembali koreksi dari sumber data yang bersangkutan.
6. Penafsiran dan Analisis Data. Penelitian
ini berlangsung selama proses penelitian, hal sebagaimana yang disampaikan oleh
Moleong (2007, hlm. 198) menyatakan bahwa “analisis data dimulai sejak di
lapangan, sejak saat itu sudah ada penghalusan data, penyusunan kategori dengan
kawasannya, dan ada upaya dalam rangka penyusunan hipotesis, yeitu teorinya itu
sendiri”. Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini
dapat diuraikan sebagai berikut: a) Reduksi
Data; b) Display Data; dan c) Pengambilan Keputusan dan Ferifikasi.
7. Teknik Pengumpulan Data: a)
Uji Keabsahan Data; b) Uji Kredibilitas
8. Analisis Kritis. Sebagaimana
tahapan pengembangan model yang telah disampaikan pada bagian metodologi
penelitian sebagai langkah-langkah pokok dalam pengembangan model yang sahih
dan kredibell yaitu (1) mengembangkan model dengan face validity yang tinggi;
(2) menguji asumsi-asumsi model secara empirik; dan (3) menetapkan bagaimana
mempresentasikan data hasil simulasi.
Dalam penelitian ini pengembangan model yang
dimaksud adalah model alternatif yang bersifat hipotetik dengan demikian untuk
medapatkan face validity terkait
model manajemen mutu di SMAN 3, SMAK 1 BPK Penabur, MAN di Kota Bandung adalah
dengan melakukan hal-hl berikut. (1) melakukan diskusi dengan
pembimbing/promotor, (2) rekan sejawat dalam bidang penjaminan mutu internal,
(3) penelaahan terhadap teori-teori manajemen mutu, sistem manajemen mutu,
total quality management, quality assurance, dan internal quality assurance,
(4) melakukan analisis terhadap model-model penjaminan mutu internal yang
sedang digunakan dan model yang relevan serta hasil-hasil penelitian, (5)
penelahaan terhadap kebutuhan ril disekolah dan lingkungan sekitar, (6)
melakukan penelaah terhadap semua hasil penelaahan pertama sampai dengan
kelima.
HASIL
PENELITIAN
A. Temuan Penelitian
1. Kebijakan mutu: a) di SMA Negeri 3 Kota Bandung dalam menetapkan kebijakan untuk, yaitu:
1) evaluasi secara komprehensif (cita-cita serta visi sekolah); 2) menyiapkan
generasi yang cerdas, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan melanjutkan pendidikan; 3) muker merumuskan/menetapkan
visi dan misi (kebijakan mutu 1, 5, 6, 7, dan tujuh kompetensi); 4) Kebijakan
adalah sebagai sebuah ikhtiar, dan strategi untuk mencapai tujuan secara efektif
berdasarkan sebuah paradigma. b) SMAK 1 BPK Penabur Kota Bandung dalam menetapkan
kebijakan untuk, yaitu: 1) Kebijakan mencapai visi, program pendidikan
variatif dan prospektif (CIE ) kualifikasi
sekolah international dan SMA Nasional Plus dan membina hubungan dengan
beberapa universitas dalam negeri bermutu tinggi; 2) kebijakan hasil raker
tentang EDS (merumuskan, mengkaji, menetapkan) visi dan misi dilakukan evaluasi, akreditasi,
dan sertifikasi (CIP) kurikulum berstandar bahasa inggris; 3) kebijakan teknis
penjaminan mutu dilakukan oleh pimpinan (surat penunjukkan) WPN dan WPK pelaksanaan SNP dan DCP; dan 4) kebijakan dirancang pada
pencapaian visi (akreditasi melalui raker konsekuensi pelaksanaan 8 SNP
dan program khusus); dan c) MAN 1 Kota
Bandung dalam menetapkan kebijakan untuk, yaitu: 1) kebijakan memiliki
implikasi positif terhadap peningkatan mutu sekolah dengan melaksanakan otonomi
sekolah secara penuh; 2) peningkatan mutu visi dan misi “unggul dan populis berdasarkan iman dan taqwa;
3) penetapan kebijakan mutu dengan melalui muker, rapat-rapat dinas dengan
seluruh stkeholders sekolah dengan mengeluarkan surat keputusan kepala sekolah;
dan 4) kebijakan mutu meningkatkan mutu guru dan tata usaha, peserta didik, sarana
dan prasarana/lingkungan sekolah, lulusan, sistem manajemen sekolah, dan mutu
pelayanan peserta didik.
2. Perencanaan Mutu: a) SMAN 3 Bandung yang dilaksanakan di dalam
menetapkan kebijakan untuk, yaitu: perencanaan muru melalui tahapan-tahapan
berikut: 1) memahami setiap proses kerja
yang terjadi di sekolah dan menerapkan sistem manajemen mutu di setiap unit
kerja, 2) mengkoordinasikan kinerja di setiap unit kerja dengan mengacu pada
proses interaksi diklat melalui penanggung jawab unit kerja, 3) menetapkan
kriteria dan metoda yang diperlukan untuk memastikan bahwa kinerja maupun
kendali proses berjalan secara efektif melalui penugasan, indikator kinerja,
dan pemenuhannya, 4) menyediakan sumber daya dan informasi yang diperlukan
dalam penerapan sistem manajemen mutu
dengan mengacu pada bisnis proses, 5) memantau, mengukur dan menganalisis
sistem manajemen mutu pada setiap proses, 6) melakukan tindakan perbaikan yang
berkelanjutan pada setiap proses. Dan b) SMAK
1 BPK Penabur Bandung perencanaan mutu melalui tahapan-terhadap, yaitu: 1)
perancangan dan pengembangan PTK menjadi sasaran mutu, 2) keluaran dari
perancangan dan pengembangan menjadi objektif, 3) tinjauan terhadap perancangan
dan pengembangan selalu adanya perbaikan terus menerus, 4) melakukan verifikasi
terhadap hasil tinjauan perancangan dan pengembangan sasaran mutu, 5) proses
pembenaran terhadap hasil verifikasi perancangan dan pengembangan, 6) tahapan
terakhir adalah melakukan pengendalian perubahan perancangan dan pengembangan
SDM dalam raker; c) sedangkan MAN 1
Bandung perencanaan mutu melalui tahapan-tahapan, yaitu: 1) menetapkan SNP
dan krikulum, 2) proses pelayanan agar peserta didik merasa nyaman dalam
menjalani pembelajaran lebih baik, 3) input mengedepankan kualitas peserta
didiknya diseleksi melalui kompetensi pengetahuan, sikap, dan psikomotor, 4) dilaksanakan
dua kebijakan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 370/1993 tentang Madrasah Aliyah
dan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun, 5) perencanaan mutu pada tinjauan
manajemen, EDS, umpan balik pelanggan, kinerja proses dan pengembangan SDM,
adanya tindakan yang dilakukan madrasah, tindak lanjut tinjauan manajemen,
perubahan yang dapat mempengaruhi sistem manajemen mutu madrasah, dan saran-saran
untuk perbaikan mutu madrasah secara terus menerus, 6) Peningkatan mutu input
madrasah hasil prestasi yang diperoleh merupakan hasil dari program
berkelanjutan, 7) melaksanakan pelayanan angket secara rutin peserta didik,
guru, orangtua, 8) Desain penjaminan terhadap mutu proses kegiatan belajar
mengajar (KBM) dengan meningkatkan profesionalisme SDM terutama guru.
a.
Pelaksanaan Mutu: a) SMAN 3
Bandung dalam pelakasanaan mutu pada: 1) kurikulum yang (KTSP) dan
kurikulum 2013 dan mengadopsi komponen dari kurikulum CIE pengembangan mata pelajaran eksakta
(Matematika, IPA, dan ilmu sosial). Sistem kredit semester (SKS). PTK sebagai
ujung tombak kegiatan pembelajaran, meningkatkan kompetensi pendidik
meningkatkan kualifikasi akademik, optimalisasi kegiatan MGMP intern,
pemberdayaan guru (Empowering Teacher),
dan pelatihan pembelajaran berbasis TIK dan E learning, kualifikasi min guru
S.1, melanjutkan S.2 sesuai dengan bidang yang diampu, 79 orang kualifikasi S.1
100% dan sekitar 30% S.2 mengajar bukan sesuai dengan kualifikasi keahliannya,
3) standar penilaian ditetapkan pada muker dan target luulus UN 100% IPA
9.00 dan IPS 9.00. SNMPTN
diterima di PTN/S dalam dan luar negeri mencapai 95% dan 5% swasta, 4) pengadaan
dan pengembangan sarana prasarana berorientasi kepada mutu pelayanan,
kenyamanan, keamanan dan optimalisasi daya dukung terhadap proses pendidikan secara
menyeluruh, 5) pengelolaan pada proses
terus-menerus, kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah,
prestasi pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, menghasilkan siswa yang
memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, berkarakter, dan memiliki
kematangan emosional, 6) keterlibatan personal dalam penyelenggaraan pendidikan,
yaitu: keterlibatan dalam proses
pembelajaran, proses manajemen sekolah, 7) proses pengembangan budaya mutu pada
spirit dan nilai-nilai, teknis; dan sosial, mislanya 7S (senyum, salam, sapa,
sopan, santun, sigap, dan semangat. Layanan khusus tesebut diantaranya layanan
BK, akses hospot, perpustakaan, kesehatan, kantin sehat, laboratorium,
transportasi, dan keamanan sekolah. Dan SMAK
1 BPK Penabur Bandung : 1) kurikulum nasional dan internasional DCP (A Level
Cambridge International), Siswa dipersiapkan untuk mengambil ujian nasional dan
Cambridge dengan konsentrasi pada IPA, Matematika (Cambridge A Level) dan
Bahasa Inggris (IGCSE EFL) adanya tuntutan dalam meningkatkan mutu pendidikan; 2) standar pendidik program CIPP (Cambridge
International Programme); 3) kualitas peserta didik 35 % nilai
TOEIC ≥, keterserapan tamatan 100%,
terserap 2 bulan sejak siswa dinyatakan lulus, siswa berprestasi minimal 95% UN/US dan Uji kompetensi 8,00, bahan ajar 100
% bilingual, dan karya tulis ilmiah 30%; 4)
membina dan memelihara Linking dengan Universitas favorit baik lokal
maupun internasional, tiga tahun terkahir
lulus UN 100% dan hampir 95% (ITB, Maranatha, Parahiayangan); 5) sarana
dan prasaana dilengkapi sistem IT yang mutahir; 6) Optimalisasi manajemen mutu
SNP dan DCP dengan biaya yang sangat besar hasil yang
dirasakan seimbang dengan kebutuhan dan harapan sekolah dan masyarakat; 7) keterlibatan
individu dalam penyelenggaraan pendidikan, yaitu: keterlibatan dalam proses
pembelajaran, dan proses manajemen sekolah; 8) layanan khusus dapat menunjang
keberhasilan suatu sekolah serta kualitas (layanan khusus BK, perpustakaan, website/hospot kesehatan,
kantin sehat, keamanan sekolah. sedangkan MAN 1 Bandung: a) kurikulum pendekatan
kompetensi dan berbasis pengalaman belajar peserta didik, kolaborasi 2
kurikulum, b) kebijakan mutu kualifikasi min guru S.1, melanjutkan S.2,
meningkatkan MGMP. tenaga kependidikan (diklat). 79 orang kualifikasi S.1 100%
dan sekitar 30% S.2 tdak kualifikasi keahliannya; c) kepuasan perseta didik dan
orang tua sebagai user (pengguna), layanan khusus yang juga tentu sangat
berkaitan erat dengan peningkatan mutu siswa; d) lulusan 100% dan dibekali
dengan skill;e) fasiltas madrasah cukup lengkap dan ditambah (PSB); f) pengelolaan
pada manajemen berbasis madrasah (perencanaan, pelaksanaan rencana kerja,
pengawasan dan evaluasi); g) menerapkan
MBS mampu meningkatkan mutu adalah : 1) in
house training guru-guru dan pegawai; 2) boarding school (asrama madrasah;
3) matrikulasi baca tulis al-qur'an; 4) full day school; 5) pengembangan
website man 1 semarang; 6) jejaring native speaker melalui eminef dan
fulbright; 7) muatan lokal (keunggulan
berbasis kearifan lokal); h) layanan khusus ( BK, akses hospot, perpustakaan,
kesehatan, kantin sehat, laboratorium, transportasi, dan keamanan sekolah).
a.
Pengawasan Mutu: a) SMAN 3 Bandung, yaitu: 1) proses
penjaminan mutu belum secara maksimal untuk bekerjasama secara dapat melibatkan
semua stakeholder sekolah; 2) masalah anggaran
peningkatan mutu SDM, dilaksanakan dan tidak dilaksanakan akan memiliki dampak
komprehensif (faktor-faktor meningkatkan
mutu kinerja sekolah; 3)proses perbaikan terus menerus yang harus diterima
secara terbuka; 4) perbaikan dan atau perbelakukan secara general (system yang
terintegrasi ISO 9001: 2008 ) khususnya SIM), standar pelaksanaannya belum
efektifitas padakebutuhan terstruktur, maintenance;
5) mekanisme pengawasan mutu tindakan
kontrol ( sasaran mutu pada sistem monitoring ) pada masing-masing unit bertanggungjawab
monitoring dan melaporkan. Dan b) SMAK
1 BPK Penabur Bandung: 1) Masalah pada dokumen hasil yang menjadi acuan
melakukan loncatan mutu belum optimal sesuai harapan, TPK melakukan kontrol (Instrumen
yang handal pula); 2) masih belum maksimal sistem pengembangan
SDM, upaya raker (Yayasan BPK Penabur) meningkatkan SDM klasifikasi SNP dan CIP;
3) kelemahan pengolahan dokumen hasil, pengolahan
sudah memiliki SIM belum secara khusus;
4) program-program mengatasi permasalahan mengurangi dampak negatif melalui
program pemantauan terhadap kompetensi peserta diklat pada tindakan korektif,
tindakan pencegahan; 5) tindakan korektif dan mencegah tidak terulangnya ketidaksesuaian tentang
keluhan pelanggan, penetapan penyebab ketidaksesuaian, penilaian tindakan, tindakan yang diperlukan, rekaman
hasil tindakan, peninjauan efektivitas tindakan; 6) mekanisme monitoring melakukan tindakan
kontrol terhadap pencapaian mutu tinjauan dan pengukuran tenatang tinjauan
terhadap masukan, keluaran, kepuasan pelanggan,
pengendalian dan pengukuran proses,
pemantauan dan pengukuran hasil, EDS; 7) tindakan monitoring
pengendalian dan pengukuran terhadap proses, pengendalian terhadap proses
dengan memantau jadwal pelajaran, kehadiran PTK, agenda kelas, dan supervisi
kelas, tidak tercapai dilakukan tindakan koreksi seperlunya; 8) EDS program nasional SNP dan CIP respon adanya
ketidaksesuaian, bahan evaluasi pada raker tinjauan mutu. sedangkan lain halnya
c) MAN 1 Bandung: 1) dokumen
EDS ( kurikulum, PTK, peserta didik, sarana prasarana, pembiayaan) berdayaguna/manfaat
hasil, perlu adanya tim work ( hasil
benar-benar memiliki mutu); 2) penjaminan mutu butuh biaya yang banyak,
investasi SDM (human investment); 3) mekanisme laporan (ketidaksesuaian SOP); 4)
program pelatihan khusus TPS dengan mendatangkan professional dari pihak
eksternal yaitu pengawas sekolah; 5) mutu dokumen hasil EDS memiliki dampak
yang lebih baik pada pemanfaata hasil mengoptimalkan TPK yang lebih profesional.
B. Pembahasan Penelitian
a.
Kebijakan Mutu pada SMA Negeri 3, SMAK 1 BPK
Penabur, dan Madrasah Aliyah Negeri 1 di Kota Bandung. Kebijakan mutu merupakan
kegiatan awal kepala SMA Negeri 3 Bandung, SMAK 1 BPK Penabur Bandung, MAN 1
Bandung dalam upaya mewujudkan pendidikan yang bermutu, yaitu yang sesuai
dengan kebutuhan serta harapan peserta didik untuk melanjutkan studi ke PT
Negeri/Swasta favorit maupun dunia kerja, hal ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan Benson (et al., 1991) (dalam Hessel, 2003, hlm. 81) persepsi
manajer mengenai manajemen kualitas ideal dan actual dengan instrument tentang
delapan area kritikal manajemen kualitas, yaitu peran kepemimpinan, kebijakan
kualitas, training product service design, manajemen kualitas pemasok, data
kualitas dam pelaporan serta hubungan karyawan. Alat analisis digunakan adalah
regresi berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa organizational quality context ternyata mempengaruhi
persepsi manajemen kualitas actual maupun ideal. Selanjutnya Oakland (dalam
Dorothea, 2003, hlm.104) bahwa “ hal yang harus diketahui oleh pimpinan dalam
melaksanakan manajemen kualitas salah satu diantaranya adalah tanggung jawab
dalam menyusun filosofi, kebijakan kualitas, dan menyediakan motivasi melalui
kepemimpinan. Dari ketiga visi tersebut, visi SMAN 3 Bandung memiliki komponen
visi yang lengkap, yaitu misi, tujuan, dan nilai. Sedangkan SMAK 1 Bandung dan
MAN 1 Bandung hanya terdiri dari dua komponen saja, yaitu tujuan dan nilai
saja. Kalimat “berbasis riset terdepan” memiliki makna ganda, sebagai misi dan
juga sebagai tujuan sedangkan pembentukan unggul berdasarkan iman dan taqwa
merupakan nilai yang melingkupinya. Dari visi ketiga sekolah, SMAN 3 Bandung,
SMAK 1 Bandung, dan MAN 1 Bandung yang mengusung tema unggul dalam iman dan
taqwa, hal ini menunjukan adanya sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak
orang saat ini (trend) dan menjadi tahapan proses reformasi kemandirian sekolah
yang sedang buming dimana-mana. Istilah sekolah bertaraf internasional, sekolah
internasional, kelas internasional, dan standar internasional, adalah salah
satu bukti adanya kecendrungan-kecendrungan yang terjadi dalam proses reformasi
sekolah. Hal ini sejalan dengan pendapat Cheng (2005, hlm. 23) berpendapat
globalisasi sangat penting dalam millennium baru yaitu multiple globalisasi
yang terdiri dari teknologi globalisasi ekonomi globalisasi social glibalisasi
political globalisasi, cultural globalisasi dan pembelajaran globalisasi.
Pembuat kebijakan dan pendidik berperan dalam reformasi pendidikan untuk
mempersiapkan pemimpin muda untuk memenuhi tantangan milenium baru. Tiga paradigma
tersebut merupakan inti dari proses pengajaran dan pembelajaran yang bertujuan
untuk mengembangkan generasi baru CMI (Contextual multiple intelegent) menjadi
pemimpin baik dalam konteks lokal maupun global. Sejalan dengan langkah pertama
dari KAIZEN adalah menerapkan siklus PDCA (plan,
do, check action) sebagian sarana yang menjamin terlaksananya kesinambungan
dari KAIZEN. Hal ini berguna dalam mewujudkan kebijakan untuk memelihara dan
memperbaiki atau meningkatkan standar. Siklus ini merupakan konsep yang
terpenting dari proses kaizen (Imai, 2005, hlm. 4). Proses penentuan mutu
melalui sasaran mutu dan hasil audit (kepuasan pelanggan) tertuang dalam
program kerja SMAN 3 Bandung yang dilaksanakan dalam muker. MAN 1 Bandung
terletak proses dalam menentukan sasaran yang mengacu pada kebijakan umum
kepala sekolah melalui muker. Sedangkan SMAK 1 Bandung melakukan analisa untuk
menentukan kebijakan umum lembaga, EDS dan menentukan sasaran mutu melalui
raker program sekolah. Kalau dilihat bahwa ketiga sekolah/madrasah dalam proses
analisis kebijakan dipahami sebagai proses dalam menentukan sasaran yang
mengacu pada kebijakan umum kepala sekolah, dengan langkah-langkah sebelumnya
yang mempengaruhi kualitas data yang akan diverifikasi, dirumuskan dan dirinci
permasalahannya. Analisis kebijakan ini Patton & Sawicki (1986) (dalam
Abdul Muthalib, 2009, hlm. 72) mengemukakan bahwa proses analisis sebuah
kebijakan sebagai proses pemetaan mutu adalah yang mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut. (1) memverifikasi, merumuskan dan merinci masalah; (2)
menetapkan kriteria evaluasi; (3) mengidentifikasi alternatif kebijakan; (4)
mengevaluasi alternatif kebijakan; (5) memilih alternatif kebijakan; (6)
memantau outcome kebijakan. Indikator sebuah kebijakan merupakan kebutuhan
masyarakat/suatu masyarakat dari sebuah institusi tertentu adalah bagaimana
kebijakan itu sendiri disusun dari unsur-unsur mana dan apa saja yang terlibat
dari masyarakat tersebut dalam proses penyusunan kebijakan tersebut, hal ini
disampaikan oleh Supandi (dalam Abdul Tholib 2009, hlm. 74).
b. Perencanaan Mutu pada SMA Negeri
3, SMAK 1 BPK Penabur, dan Madrasah Aliyah Negeri 1 di Kota Bandung
Adanya komitmen terhadap penerapan sistem manajemen
mutu (SMM) ISO 9001: 2008, sistem akreditasi, dan sistem cambridge
international programme (CIP). Di SMAN 3 Bandung, penerapan sistem manajemen
mutu terletak pada perbaikan secara terus menerus merupakan kebutuhan sangat
mutlak, sehingga kebutuhan terhadap sistem manajemen mutu menjadi esensial.
Upaya yang dilakukan yang menjadi tuntutan pada input sekolah, yaitu: a) adanya
kebijakan mutu sekolah, b) SDM yang berkualitas, c) memiliki harapan prestasi
yang tinggi, fokus pelayanan pada peserta didik, c) terakreditasi A; dan d) ISO
9001:2008 karena telah dianggap memenuhi syarat. Hal sama dilakukan terjadi
pada SMAK 1 Bandung untuk penyelenggara sekolah berstandar SNP dan program
cambridge internasional programme (CIP) adalah bentuk penjaminan mutu, kemudian
menyadari akan pentingnya penjaminan mutu membutuhkan eksistensi penjaminan
mutu secara khusus sebagai tenaga professional. Proses perbaikan yang
berkelanjutan dengan akreditasi dan cambridge internasional programme (CIP),
berpengaruh besar terhadap perbaikan mutu sebagai komitmen dan warga sekolah
menyadari akan kebutuhan penjaminan mutu
(sangat bermanfaat) hasil yang dicapai sangat memuaskan. Komitmen
terhadap sistem manajemen mutu di MAN 1 Bandung relatif lebih berbeda dalam
penyelenggara madrasah berstandar SNP, kurikulum kemenag dan program model
keterampilan adalah bentuk penjaminan mutu. Adanya kebutuhan dalam penjaminan
mutu madrasah, mengacu pada hasil analisis terhadap sasaran mutu sebelumnya
(kebutuhan mutu). Hal ini sesuai dengan pengertian manajemen mutu menurut
konsep ISO 9001: 2000 itu sendiri bahwa manajemen mutu adalah “ mutu sebagai
sesutu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan” (Edward
Sallis, (2006, hlm. 56). Sistem manajemen mutu juga dapat diartikan
sebagai suatu tatanan yang menjamin
tercapainya tujuan dan sasaran-sasaran mutu yang direncanakan, dan atau sebagai
tatanan yang menjamin kualitas output dan proses pelayanan/produksi. Hal
tersebut di dukung oleh pendapat Vincent Gaspersz, (2001, hlm. 283) yang
mengatakan bahwa manajemen mutu adalah suatu sistem yang saling terkait untuk memudahkan
mencapai sasaran mutu. Pemenuhan
pelayanan terhadap pesera didik dan program-program yang disosialisasikan
kepada peserta didik dan stake holder pendidikan. Di SMAN 3 Bandung
kebutuhan perencanaan penjaminan manajemen mutu dapat dipahami oleh semua
guru-guru sebagai layanan profesional terhadap peserta didik dan akan bedampak
positif terhadap kepercayaan dari pihak pemerintah maupun dari orang tua siswa
terhadap sekolah. Seperti yang dilakukan SMAK 1 Bandung dalam penjaminan mutu sangat
penting sebagai layanan prima bagi peserta didik, sebagai pedoman kerja dalam
memberikan layanan kepada peserta didik yang menjamin adanya penjaminan mutu,
secara umum lembaga mendapat imbas bantuan-bantuan secara ritun dari orangtua
siswa, yayasan, dan alumni. Berbeda MAN 1 Bandung proses pelayanan dari
madrasah kepada peserta didik merasa nyaman dalam menjalani pembelajaran lebih
baik, kepala sekolah memiliki kelebihan dan wibawa (pengaruh), analisis
kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, kinerja, pengembangan, hubungan
kerja, imbal jasa proporsional karena guru-guru dapat memahami keadaan peserta
didiknya, Warga sekolah merasa aman dan nyaman bekerja, output pendidikan hasil
kolektif, bukan hasil individual. Pengembnagan pola pengelolaan mutu strategi
dan system islami yang dimaksud diantara menyangkut tauhid, aqidah, syariah
serta akhlaq.
Randazzo, (2012:14) yang menyebutkan bahwa:
“Stakeholders should be an integral part of the institutional evaluation
process”. Sehingga dapat dikatakan bahwa stake holder memegang peranan penting
sebagai kontrol terhadap tercapai atau tidaknya keberhasilan suatu lembaga
dalam mencapai kualitas yang optimal. Kesadaran penjaminan mutu timbulnya kebutuhan eksistensi tim TPS/TPM.
Ketiga sekolah dalam upaya yang sedang dilaksanakan dengan berkomitmen sebagai
penyelenggara sekolah berstandar SNP, ISO 9001: 2008 (SMAN 3), SNP dan program cambridge internasional programme (SMAK 1) dan
SNP, kurikulum Kemenag dan model keterampilan (MAN 1) adalah bentuk penjaminan
mutu SMA/MA. Memahami analisis kebutuhan peningkatan mutu dan atau penjaminan
mutu internal dilakukan dengan cara
menyebarkan kuisioner secara rutin dan tersebar kepada seluruh stake holder
sekolah, hal ini dianggap dapat membantu menampung masukan-masukan dan
harapan-harapan stake holder yang kemudian ditindaklajuti sebagai dasar dalam
merancang perencanaan, mekanisme ini dianggap sebagai upaya dalam penjaminan
mutu sebagaimana yang disampaikan oleh Crosby (Nasution, 2001: 16) bahwa mutu
adalah kesesuaian dengan kebutuhan stake holder pendidikan (conformance to costumers recruitmens). Sejalan dengan pendapat
Newby, (2006, hlm. 54) menyatakan bahwa guru sebagai tenaga profesional,
diharapkan melakukan assessment (evaluasi, penjaminan mutu, pengawasan/pemeriksaan,
audit) secara professional, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
manajemen. Perbaikan secara terus menerus
dipahami sebagai kebutuhan mutlak. SMAN 3 lebih fokus pada input sistem
manajemen mutu, proses dan output belum secara optimal dijalankan diantaranya:
pertama, penyiapan proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok
utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan dari siswa; kedua, proses
penyelenggaraan pendidikan diarahkan kepada sasaran perguruan tinggi tertentu;
ketiga, mutu proses belum optimal
seperti mutu input; keempat, menjadi terbiasa sikap (attitude) peserta didik;
dan kelima, proses tersebut akan berdampak tidak baik dalam budaya mutu.
Sedangkan SMAK 1 terletak pada sistem manajemen mutu pada setiap input, proses dan
output. Pertama, tindakan perbaikan yang berkelanjutan pada setiap proses dan
output; kedua, kegiatan sekolah yang dilakukan di luar sekolah (outside school)
seperti studi banding; ketiga, proses pengendaliannya dilakukan oleh sekolah
sehingga kesesuaian input, proses, dan output akan tetap terjamin mutunya. Dan
MAN 1 Bandung lebih terfokus pada mutu proses peserta didik untuk memantau,
mengukur dan menganalisis sistem manajemen mutu pada setiap proses dalam
melakukan penjaminan mutu input, mutu proses, dan mutu output, yaitu: pertama,
perbaikan proses berjalan secara efektif melalui penugasan, indikator kinerja;
kedua, pemenuhannya , menyediakan sumber daya dan informasi proses; ketiga,
melakukan tindakan perbaikan yang berkelanjutan pada setiap output. Penjaminan
mutu internal ketiga sekolah juga dipahami sebagai jaminan pelayanan kenyamanan
dalam belajar, dalam kontek sekolah sebagai sistem sebagaimana yang disampaikan
oleh Hoy Miskel (2013) dalam Safaruddin, (2002, hlm. 19), unsur paling utama
dalam proses tranformasi adalah pelayanan pembelajaran, dengan demikian
pengertian tersebut menjadi inti dari implementasi penjaminan mutu di lembaga
penyelenggara pendidikan, dalam konteks lain disampaikan bahwa berpikir mutu
atau ”Perubahan paradigma baru pendidikan kepada mutu (quality oriented)
merupakan salah satu strategi untuk mencapai pembinaan keunggulan pribadi
anak”. Tentunya upaya peningkatan mutu (quality improvement) dilakukan dengan
terlebih dahulu diawali dari jaminan mutu (quality assurance), kemudian
mengarah pada peningkatan mutu yang proaktif sehingga terjadi proses perubahan
untuk meningkatkan keandalan mencapai suatu hasil dalam rangka peningkatan
kualitas. Hal ini, dipertegas pendapat Vincent, Gaspersz (2006, hlm. 2)
mengemukakan bahwa: Manajemen mutu (Quality
Management) atau manajemen kualitas terpadu (total quality managemen)
didefinisikan sebagai satu cara meningkatkan kinerja secara terus menerus
(continuously performance improvement) pada setiap operasi atau proses, dalam
setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber
daya manusia dan modal yang tersedia
c. Pelaksanaan Mutu pada SMA Negeri
3, SMAK 1 BPK Penabur, dan Madrasah Aliyah Negeri 1 di Kota Bandung
1)
Implementasi
Kurikulum dan Pengajaran. Untuk kurikulum yang paling berbeda dari ketiga
sekolah/madrasah itu adalah SMAN 3 Bandung, SMAK 1 Bandung, dan MAN 1 Bandung
mengkuhkan dirinya sebagai sekolah mantan RSBI, dimana formulasi standar
penyelenggaraan pendidikannya menggunakan rumus SNP + X. SNP adalah standar
nasional pendidikan, dan +X adalah standar pendidikan di suatu negara maju atau
yang termasuk negara-negara OECD (Organization for Economic Co-operation and
Development) jika mengaju pada pedoman SBI yang ditetapkan oleh pemerintah. Kurikulum
adalah program yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi peserta
didik. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai
kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai
dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan (Hamalik, Oemar, 2005.hlm. 65).
2)
Pendidik
dan Tenaga Kependidikan. SMAK 1
Bandung sekolah menetapkan standar yang berbeda untuk guru-guru pada program
CIPP (Cambridge International Programme). Dimana standar pendidik ditentukan
oleh CIE (Cambridge International Eamination) untuk level IGCSE dan A level
atau lebih dari standar yang telah ada untuk standar pendidik dan tenaga
kependidikan yang ditetapkan. Sedangkan SMAN 3 Bandung sebagai ujung tombak kegiatan pembelajaran,
dan dalam rangka meningkatkan kompetensi pendidik dilakukan berbagai upaya,
antara lain: pertama, meningkatkan kualifikasi akademik; kedua, optimalisasi
kegiatan MGMP intern; ketiga, pemberdayaan guru (empowerment of teachers)
dengan workshop penyusunan perangkat
pembelajaran pada kegiatan IHT, pelatihan bahasa inggris bagi guru dan karyawan, dan pelatihan pembelajaran
berbasis TIK dan E-learning; keempat, memberi kesempatan kepada guru
melanjutkan kuliah S1 ke S2 dan S3; kelima, membentuk dan mengaktifkan kelompok
belajar dengan pengawasan dari guru. Lain halnya dengan MAN 1 Bandung
kualifikasi minimal guru S.1, melanjutkan S.2 sesuai dengan bidang yang diampu,
meningkatkan MGMP. Pengembangan tenaga kependidikan dengan diikutsertakan dalan
diklat sesuai dengan tupoksinya. Dari semua jumlah guru 79 orang kualifikasi
S.1 100% dan sekitar 30% S.2 mengajar bukan sesuai dengan kualifikasi
keahliannya. Untuk meningkatkan kualitas/mutu pendidik dan tenaga kependidikan
setiap sekolah biasanya mempunyai cara yang berbeda-beda, hal ini dijelaskan Danim,
(2006, hlm. 53) bahwa: Pada dasarnya kualitas sama dengan mutu. Pengertian mutu
pada konteks pendidikan mengacu pada masukan, proses, keluaran, dan dampaknya.
Mutu masukan dapat dilihat dari berbagai sisi. Pertama, kondisi baik atau
tidaknya masukan sumber daya manusia seperti kepala sekolah, guru, staf
tatausaha dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan material
berupa alat peraga, buku-buku kurikulum, sarana dan prasarana sekolah. Ketiga,
memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa perangkat lunak, seperti
peraturan struktur organisasi, deskripsi kerja, dan struktur organisasi.
Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti visi,
motivasi, ketekunan dan cita-cita.
3) Peserta Didik. SMAN 3 Bandung Mutu
peserta didik focus pada sasaran mutu
input saja (persyaratan, mekanisme seleksi, dll), proses (kurikulum, PBM,
pengawasan dan penilaian) diarahkan pada penyelarasan kurikulum ITB, output
(kelulusan, melanjutkan) diarahkan pada
jalur undangan dan untuk jarus tes tidak ada yang berhasil, outcome
(penelusuran lulusan dan penyaluran lulusan) belum tertata dengan baik. Lain
halnya SMAK 1 Bandung mutu input dengan program akselerasi yaitu program
memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata, program bilingual dan program
Cambridge O & A Level yang diperuntukkan bagi siswa-siswa yang akan
melanjutkan studinya di luar negeri. Seleksi untuk SMP juga secara bertahap
menerapkan materi training tahun 2012/2013 ini untuk materi IGCSE, memulai
lebih awal dengan bilingual class dengan konsentrasi pelajaran sains dan
matematika dalam bahasa Inggris per tahun 2012/2013, mengikuti seniornya.
Program bilingual bagi siswa SMP Negeri/Swasta seleksi mengikuti ujian
Cambridge, baik materi IGCSE ataupun AS/A level. Sedangkan MAN 1 Bandung
untuk meningkatkan mutu input dengan kepuasan perseta didik dan orang tua
sebagai user (pengguna), madrasah menyediakan layanan khusus yang juga tentu
sangat berkaitan erat dengan peningkatan mutu siswa. Perubahan yang terjadi
dalam seluruh dimensi yang ada dalam diri siswa yakni dimensi fisik, dimensi
psikologi, dimensi sosial, dimensi kognitif (berpikir), dan dimensi spiritual.
Sasaran mutu input (persyaratan, mekanisme seleksi dll), proses (kurikulum,
PBM, Pengawasan dan penilaian), output (kelulusan, magang kerja dan penyaluran
tenaga kerja), outcome (penelusuran lulusan dan penyaluran lulusan) pada setiap
sekolah ada komitmen dan kebijakannya. Hal
ini dijelaskan oleh Suparno (2001, hlm. 27) mengemukakan kompetensi diartikan
sebagai “kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas” atau sebagai
“memiliki keterampilan dan kecakapan yang diisyaratkan”. Dalam pengertiannya
yang luas dijelaskan bahwa setiap cara yang digunakan dalam pelajaran yang
ditujukan untuk mencapai kompetensi adalah untuk mengembangkan manusia bermutu
yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sebagaimana
diisyaratkan, kata kompetensi dipilih untuk menunjukkan tekanan pada “kemampuan
mendemonstrasikan pengetahuan”.
4)
Lulusan. SMAN 3 Bandung dalam mutu lulusan sangat tinggi,
dengan kelulusan 100% setiap tahun dari seluruh mata pelajaran baik program IPA
dan IPS, tingkat kelulusan tersebut terletak pada proses pembelajaran khususnya
(matematika, fisika, biologi, dan kimia) menyelaraskan kurikulum ITB, begitu
juga pada ouput dengan pembimbingan dari dosen-dosen ITB untuk jalur undangan
SNMPTN hasilnya sangat memuaskan 65% masuk ITB, lain halnya dengan seleksi
tidak menggunakan jalur undangan hasilnya tidak memuaskan. Berbeda dengan SMAK
1 Bandung dengan intensitas yang sangat tinggi dan besarnya minat siswa dalam
proses pembelajaran menyebabkan lulusan peserta didik tinggi. Capaian kelulusan
100% setiap tahun baik program nasional maupun program CIP, hampir 95% masuk ke
universitas favorit baik lokal maupun internasional sehingga program seperti
beasiswa dan pendaftaran siswa baru untuk para peserta didik SMAK 1 dapat
diprioritaskan. Menghasilkan lulusan yang brilian dalam bidang akademik (UN,
CIE, OSN, dll) maupun non akademik. Sesuai dengan permendiknas 23 tahun 2006
tentang SKL. Pada dasarnya mutu lulusan
100% dan dibekali kompetensi CIP menjadi unggulan. Selama tiga tahun
terkahir lulus UN 100% dan hampir 95%
melanjutkan ke PTN/S (ITB, Maranatha, Parahiayangan). Sedangkan MAN 1 Bandung
kompetensi lulusan tiap mata pelajaran tingkat kelulusan 100% dan dibekali
dengan skill yang sudah dipersiapkan dengan berbagai keerampilan untuk memasuki
dunia kerja, malah dalam program PKL siswa magang dibeberapa perusahaan, BLK
dan yang lainnya, anggaran dari pemerintah setiap siswa 2,5 jt. Siswa yang
belum lulus sudah di tawari untuk bekerja bahwa masyarakat sudah percaya dengan
mutu madrasah. Hal ini, sejalan dengan yang dikemukakn oleh Khaeruddin &
Junaedi dkk, (2007, hlm. 58) bahwa kompetensi lulusan adalah kriteria mengenai
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
ketrampilan. Madrasah yang diharapkan oleh masyarakat luas sebagai wahana
formal harus mampu menjawab persoalan zaman dan harus memiliki standar
kompetensi lulusan.
5) Sarana Prasarana. proses
pembelajaran megoptimalisasikan fasilitas sarana prasarana pendidikan dengan
nara sumber yang ada SMAN 3 Bandung, yaitu 1) memakai dan memanfaatkan alat
peraga yang ada dalam KBM, 2) media pembelajaran inovatif, mengfungsikan
laboratorium untuk praktek, 4) memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber
belajar, menggunakan ruang audio visual dalam KBM. Pemeliharaan sarana dan
prasarana pendidikan dilakukan secara kontinu dan secaraberkala sesuai dengan
jenis sarana dan prasarana pendidikan yang ada, kegiatantersebut dilakukan oleh
semua komponen Sekolah termasuk komite dan masyarakat sekitar. Hal yang sama di SMAK 1 Bandung
mengoptimalisasikan fasilitas sarana prasarana pendidikan dengan nara sumber
yang ada di SMAK 1 Penabur Bandung, yaitu 1) memakai dan memanfaatkan alat
peraga yang ada dalam KBM, 2) media pembelajaran inovatif, mengfungsikan
laboratorium untuk praktek, 4) memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber
belajar, menggunakan ruang audio visual dalam KBM. Sarana dan prasaana yag
tersedia di SMAK 1 BPK Penabur Bandung diantaranya: gedung SMAK1 Bandung, ruang ks, wks, dan guru, ruang audio visual
(AVI), laboratorium bahasa, laboratorium IPA, laboratorium komputer, ruang
server & penilaian (EDP), teacher research and reference center (TRRC),
ruang belajar/kelas, toilet siswa toilet guru dan tamu, kantin, ruang
perpustakaan, digital library, ruang piket, ruang parkir, klinik, dan sarana
peribadatan ibadah. Tidak jauh berbeda dengan MAN 1 Bandung
pengembangan sarana dan prasarana termasuk sumber-sumber belajar yang merupakan
suatu bagian yang integral dalam kerangka strategi dasar peningkatan mutu
secara berkesinambungan, selain peningkatan profesionalitas guru dan manajemen
madrasah. Terwujudnya penyediaan sarana dan prasarana di sekolah adalah untuk
tercapainya tujuan pembelajaran bagi terselenggaranya proses pendidikan secara
efektif dan efesien. Sarana dan prasarana atau fasiltas madrasah cukup lengkap
seperti laboratorium, perpustakaan dan lain-lain. MAN 1 Bandung Model memiliki
fasilitas laboratorium dan perpustakaan yang relatif memadai. Dengan memenuhi seluruh standar sarana
dan prasarana yang telah ditetapkan diharapkan sekolah tetap mengedepankan
kualitas proses pembelajaran agar sarana dan prasarana yang telah dimiliki
dapat dipergunakan secara optimal dan dapat dipelihara sebaik-baiknya oleh
pihak sekolah sesuai dengan standar yang ada (Departemen Pendidikan Nasional,
2007, hlm. 13)
6)
Pengelolaan
Pendidikan. SMAN 3 Bandung menetapkan standar ISO 9001:2008
tentang sistem manajemen mutu sekolah sebagai acuan standar pengelolaan sekolah
difokuskan pada tiga hal, yaitu (1) perencanaan program pendidikan di sekolah;
(2) pelaksanaan program pendidikan di sekolah, dan (3) pengawasan program
pendidikan di sekolah. Berbeda dengan SMAK 1 Bandung pengelolaan sekolah pada
optimalisasi dalam manajemen mutu SNP dan
DCP (A Level Cambridge International) sangat memerlukan biaya yang
sangat besar akan tetapi hasil yang
dapat dirasakan seimbang dengan kebutuhan dan harapan sekolah dan masyarakat. Peningkatan
mutu pembiayaan dikendalikan yayasan dari mulai iuran bulanan dan dana
sumbangan pendidikan. Sekolah hanya
mengajukan kebutuhan anggaran untuk satu tahun realisasainya tergantung dari
yayasan. Menetapkan suatu program
kegiatan yang defenitif berdasarkan pertimbangan ketersediaan anggaran dan
tingkat urgensi satuan program dan, mensosialisasikan program kegiatan itu dan
sumber dana pembiayaan kepada seluruh komponen sekolah oleh yayasan. Ketiga sekolah/madrasah
menerapkan manajemen pengelolaan dan pembiayaan sekolah terletak kemandirian,
kemitraan, parisifasi, keterbukaan dan akuntabilitas, yaitu: pertama, sudah
sejalan dengan standar pengelolaan dan pembiayaan kelebihannya pada standar ISO
9001:2008 (SMAN 3 Bandung); kedua, terpebuhinya
standar pengelolaan dan pembiayaan kelebihannya pada standar CIE (SMAK 1
Bandung); ketiga, standar pengelolaan,
pembiayaan kelebihannya, dan standar model (MAN 1 Bandung). Dari ketiga
sekolah/madrasah yang membedakannya terletak pada standar plus ISO 9001:2008,
standar cambridge international examinations (CIE), dan standar model
keterampilan.
7)
Hubungan
Sekolah dengan Masyarakat. Ketiga sekolah/madrasah keterlibatan masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan terbagi kedalam dua kelompok keterlibatan,
pertama keterlibatan dalam proses pembelajaran, kedua dalam proses manajemen
sekolah. Keterlibatan dalam kegiatan belajar mengajar yang melibatkan komponen
pimpinan sekolah (komponen manajemen sekolah), guru perserta didik, dan
masyarakat serta alumi, tidak menyentuh pada subtansi sasaran mutu: 1)
masyarakat (orangtua) belum secara optimal dalam pelayanan dan kebutuhan pada
proses, dan output (SMAN 3 Bandung); 2) berbeda dengan di SMAK 1 Bandung
selelau memberikan pelayanan dan kebutuhan masyarakat/orangtua baik pada
proses, maupun output; 3) hal yang sama di MAN 1 Bandung kterlibatan
masyarakat/orangtua sangat dekat untuk memberikan pelayanan dan kebutuhan
proses dan outputnya.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Khadiyanto (2007,
Hlm. 31) merumuskan bahwa: “...partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan/pelibatan
masyarakat dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengendalikan serta mampu untuk meningkatkan kemauan menerima
dan kemampuan untuk menanggapi, baik secara langsung maupun tidak langsung sejak dari gagasan, perumusan
kebijaksanaan hingga pelaksanaan program”. Hal ini mempertegas pendapat Keith
Davis (dalam Sastropoetro,1988, hlm. 16) bahwa bentuk partisipasi masyarakat
adalah berupa (a) konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa, (b) sumbangan spontan
berupa uang dan barang, (c) mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan
donornya berasal dari sumbangan individu/instansi yang berada di luar
lingkungan tertentu (pihak ketiga), (d) mendirikan proyek yang sifatnya
berdikari dan dibiayai seluruhnya oleh masyarakat, (e) sumbangan dalam bentuk
kerja, (f) aksi massa, (g) mengadakan pembangunan di kalangan kuluarga desa
mandiri dan (h) membangun proyek komuniti yang bersifat otonom.
8)
Layanan
Khusus. Dari tiga sekolah/madrasah dalam kebutuhan pelayanan kepada peserta
didik untuk menunjang kegiatan belajar mengajar agar tujuan pendidikan bisa
tercapai secara efektif dan efesien. Hal ini, dijelaskan oleh Rohiat (2009,hlm.
28) bahwa:
“...manajemen layanan khusus dilakukan dengan tujuan
mendukung keberhasilan proses belajar mengajar. Keberhasilan belajar tersebut
di antaranya harus ditunjang dengan pusat sumber belajar, pusat kesehatan
sekolah, bimbingan konseling, dan kantin sekolah. Manajemen layanan khusus
merupakan usaha yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar
mengajar di kelas, tetapi secara khusus diberikan atau ditangani oleh kepala
sekolah kepada para siswa agar mereka lebih optimal dalam melaksanakan proses
belajar mengajar” Dalam layanan khusus
ini, sekolah dapat dikatakan sempurna karena sekolah ini telah mempunyai
fasilitas–fasilitas yang menunjang aktifitas siswa, guru dan karyawan. Tetapi
sekolah ini selalu berupaya untuk melengkapi dan menyempurnakan sarana dan
prasarananya. Lezotte (1983) menemukan dalam penelitiannya bahwa sekolah-sekolah
yang unggul itu memiliki karakteristik-karakteristik, yaitu: (1) lingkungan
sekolah yang aman dan tertib; (2) iklim serta harapan yang tinggi; (3)
kepeminpinan instruksional yang logis; (4) misi yang jelas dan terfokuskan; (5)
kesempatan untuk belajar dan mengerjakan tugas bagi siswa; dan (6) pemantauan
yang sering dilakukan terhadap kemajuan siswa, dan hubungan rumah-sekolah yang
bersifat mendukung. Dalam penelitian ini, tidak disebut-sebut perihal
keefektivan guru secara khusus, demikianpun perihal ganjaran insentif, yang
pada penelitian lain cukup memberikan sumbangan terhadap prestasi siswa di
sekolah.
d. Pengawasan Mutu pada SMA Negeri
3, SMAK 1 BPK Penabur, dan Madrasah Aliyah Negeri 1 di Kota Bandung
1)
Pelaksanaan
manajemen mutu. a) SDM
terhadapa manjemen mutu sekolah. Ketiga sekolah/madrasah proses penjaminan mutu
terkendala pada SDM, namun anggaran untuk peningkatan mutu tetap harus
dilaksanakan kalau tidak dilaksanakan akan memiliki dampak komprehensif
terhadap faktor-faktor peningkatan mutu pada komponen lainnya untuk
meningkatkan mutu kinerja sekolah. Pertama,
posedur dalam pelaksanaan sistem manajemen mutu SNP plus dan ISO 9001: 2008
menjadi beban bagi sebagain pendidik dan tenaga kependidikan (SMAN 3 bandung); kedua,
pengembangan sistem manajemen mutu SNP plus dan CIE; ketiga,
sistem manajemen mutu SNP plus dan model keterampilan (MAN 1 Bandung).
Penjaminan mutu sekolah belum sepenuhnya sebagai proses perbaikan terus menerus
yang harus diterima secara terbuka, proses audit menjadi suatu beban dan
menjenuhkan karena setiap semester dilakukan audit internal dan sistem informasi manajemen (SIM); b) komponen
input yang diharapkan meningkatkan pengawasan mutu sekolah. Masing-masing
sekolah/madrasah memiliki visi yang jauh kedepan. SMAN 3 Bandung memiliki visi
yaitu menjadi sekolah berbasis riset
terdepan dalam pembentukan karakter unggul dalam imtak dan iptek. Sedangkan
SMAK 1 Bandung memiliki visi yaitu menjadi lembaga pendidikan kristen unggul
dalam iman, ilmu dan pelayanaan. Dan MAN 1 Bandung memiliki visi yaitu
terwujudnya madrasah yang unggul dan populis berdasarkan iman dan taqwa. Dari
ketiga visi tersebut, nampaknya visi SMAN 3 Bandung memiliki komponen visi yang
lengkap, yaitu misi, tujuan, dan nilai. Sekolah menyatakan dengan jelas tentang
keseluruhan kebijakan, tujuan, dan
sasaran mutu sekolah yang berkaitan dengan mutu kemudian disosialisasikan
kepada semua warga sekolah, sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan,
hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah. Memiliki
kebijakan mutu, visi, misi, tujuan, dan sasaran mutu, memiliki harapan prestasi
yang tinggi, dan fokus pada pelanggan (khususnya peserta didik). Sedangkan SMAK
1 Bandung dan MAN 1 Bandung hanya teridiri dua komponen saja, yaitu tujuan dan
nilai. Kebutuhan pelanggan khususnya peserta didik, merupakan fokus semua
kegiatan sekolah, input proses pelanggan di sekolah utamanya untuk meningkatkan
mutu dan kepuasan peserta didik dalam pelayanan. Memiliki kebijakan mutu,
tujuan, dan sasaran mutu, memiliki harapan prestasi yang tinggi, dan fokus pada
pelanggan (khususnya peserta didik); c) komponen proses yang diharapkan
meningkatkan pengawasan mutu sekolah. Ada enam komponen yang ditemukan dalam
penelitian yang dianggap mampu membangun manajemen mutu proses di sekolah,
yaitu: 1) proses belajar pengajar; 2) kepeimpinan; 3) manajemen dan organisasi;
4) kerjasama strategis; 5) budaya mutu dan iklim sekolah; dan 6) keterlibatan warga sekolah dan
stakeholders. Permasalahan dalam komponen
output yang diharapkan. Akademik. Kinerja akademik yang ditemukan dalam
output pendidikan di tiga sekolah/madrasah tersebut, yaitu capai hasil belajar
peserta didik, kelulusan, nilai UN, karya akademik, dan prestasi akademik.
Ouput tersebut sudah cukup lengkap mewakili semua komponen idela output
pendidikan. Jika mengacu pada domain prestasi peserta didik yang ditawarkan
oleh Hargreaves (dalam Cttance, 1992, hlm. 72) dimana menawarkan 4 jenis domain
yaitu; 1) knowledge acuisition/expression; 2) knowledge application/problem
solving; 3) personal and social skill; dan 4) motivation and committiement. Dan
Non alademik. Ketiga sekolah/madrasah untuk capaian kualitas non akademik
meliputi perubahan sikap sebagai hasil dari belajar, keterlibatan dan
partisipasi peserta didik dalam proses pendidikan itu sendiri, serta prestasi
non akademik. Berangkat dari dimensi
capaian hasil belajar di sekolah menurut Hargraves di atas (dalam Cuttance,
1992, hlm. 72) , ada dua dimensi yaitu, personal and social skill dan
motivation and committement merupakan dimensi dari capaian non akademik peserta
didik/lulusan
2)
Mekanisme monitoring dan evaluasi. A) proses
pelaksanaan monitoring. SMAN 3 Bandung menetapkan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan kualifikasi untuk masing-masing personal yang menangani ISO 9001:2008 (Management Representative,
Auditor dan Document Control) yang saling terkait dan saling berpengaruh satu
sama lain agar pelaksanaan penerapan ISO 9001:2008 dapat berjalan secara
efektif. Sedangkan SMAK 1 Bandung menetapkan tugas, tanggung jawab, wewenang
dan kualifikasi untuk masing-masing personal yang menangani SNP dan DCP (Management Representative,
Auditor dan Document Control) yang saling terkait dan saling berpengaruh satu
sama lain agar pelaksanaan penerapan SNP dan CIE dapat berjalan secara efektif.
Dan MAN 1 Bandung menetapkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan kualifikasi
untuk masing-masing personal pada SPM
yang saling terkait dan saling berpengaruh satu sama lain agar pelaksanaan
penerapan SPM dapat berjalan secara efektif; b) pelaksanaan monitoring. SMAN 3
Bandung selalu memeriksa hasil, wawancara dan pengamatan lapangan oleh WMM dan
para wakasek untuk memastikan bahwa
sistem telah berjalan secara efektif. Apabila ditemukan kendala dan ketidaksesuaian
dalam penerapan, dilakukan tinjauan dan perbaikan sistem dengan segera,
sehingga dampaknya tidak semakin luas. Lain halnya dengan SMAK 1 Bandung
pelaksanaan evaluasi dan monitoring dilakukan audit mutu internal oleh WPN
bersama-sama oleh unit atau bidang secara berkala minimal satu kali dalam
setahun. Dan MAN 1 Bandung upaya
sistematis yang dimotori oleh sistem Penjaminan Mutu (SPM) untuk
peningkatan mutu berkelanjutan; c) evaluasi. Ketiga sekolah/madrasah melakukan
evaluasi proses dan output dengan memberikan guru mendapat angket, namun selain
melalui angket juga diperlukan melalui komunikasi langsung, karena angket
terbatas, sedangkan dengan komunikasi kita dapat memberikan masukan-masukan
dengan lebih terbuka dengan semua guru, namun yang paling sering memberikan
masukan tentunya dari Guru BK. Evaluasi dilakukan dengan menganalisis data-data
pada proses manajemen termasuk dokumen hasil dan termasuk juga data angket,
yang kemudian menjadi dasar dan atau bahan pada rapat internal unit dan bidang
kemudian pada rapat tinajauan mutu tingkat sekolah. George R. Terry dan Leslie
W. Rue, (2009, hlm. 232) mengeemukakan bahwa: “....ada pula yang mengartikan
bahwa pengendalian yaitu mengevaluasikan pelaksanaan kerja dan memperbaiki apa
yang sedang dikerjakan untuk menjamin tercapainya hasil-hasil menurut rencana”
3. Model Hipotetik Manajemen Mutu
Sekolah
a.
Rasional.
Hampir semua sekolah-sekolah yang dikatagorikan bermutu di Indonesia adalah
sekolah yang memiliki keunggulan input peserta didik (Perkins, 2003, hlm,....).
Keunggulan output yang diraih sekolah semata-mata karena memang peserta
didiknya sudah memiliki potensi. Atas
fenomena tersebut, Sallis, Edward (2005, hlm. 2-3) mengemukakan mutu sekolah
terbaik negeri/swasta yang selalu mengedepankan kualitas dalam penyelenggaraan
sekolah, antara lain adalah: a) guru berprestasi; b) nilai-nilai moral yang
tinggi; c) hasil pemeriksaan yang sangat baik; d) dukungan dari orang tua,
bisnis dan masyarakat setempat; e)
sumber daya berlimpah; f) penerapan teknologi terbaru; g) kepemimpinan
yang kuat mencapai tujuan; h) focus perhatian kepada siswa; dan j) kurikulum
seimbang dan menantang. Jika berbicara mutu sekolah secara keseluruhan, tipe
best input pada sekolah-sekolah bermutu tidak akan memberikan sumbangan yang
banyak terhadap peningkatan mutu pendidikan secara umum. Dan ini tidak bias
disimpulkan bahwa sekolah yang menghasilkan output bermutu adalah sekolah yang
memiliki semua komponen bermutu. Instrument yang menyebabkan prose transformasi
berjalan akan menentukan kualitas output yang dihasilkan sekolah. Jika
instrument itu kurang baik, maka dipastikan output yang dihasilkan tidak akan
maksimal, bahkan bisa saja proses menghasilkan output pendidikan menjadi gagal
b.
Tujuan
Pengembangan Model. Model ini dikembangkan bertujuan agar sekolah
atau siapapun yang mengadaptasinya memiliki panduan teoritik tentang bagaimana
mencapai sekolah bermutu melalui proses. Model ini diharapkan mampu memberikan
pengertian pada sekolah tentang bagaimana memahami hubungan sebab-akibat
(cause-effect) dalam sistem pencapaian sekolah bermutu, serta memberikan
inspirasi kualitatif. Sesuai dengan karakteristiknaya bahwa model ini bisa
berfungsi sebagai konsep dasar manajemen mutu dan menggambarkan rangkaian
tertata komponen-komponen pencapaian, yang diungkap oleh Hawking (1993) dan Jones
(1987) bahwa model memiliki keran penting dalam mengembangkan teori karena
kedudukannya sebagai konsep dasar yang menata serangkaian aturan yang digunakan
untuk menggambarkan sistem. Selain itu, ditambah Moffatt, et. al (2001) bahwa
model merupakan sistem yang dinamis yang ditujukan untuk menguji fenomena nyata
di sekitar kita dan menghadirkan kebijakan serta untuk mengubah pola yang ada.
1)
Asumsi . Ada beberapa asumsi yang mendasari
pengembangan model hipotetik pencapaian sekolah bermutu berbasis proses agar
model yang dijalankan bisa efektif, yaitu: 1) Input yang bisa ditransformasi menjadi output yang
bermutu dalam model ini adalah input yang memenuhi syarat: a) Memiliki kemauan
yang keras untuk belajar; b) Memiliki kesiapan fisik dan psikis menerima perlakuan
edukatif selama proses pendidikan berlangsung; 2) Kefefektififan pencapai
kebermutuan bisa diraih manakala semua rahapan dilakukan; 3) Untuk menciptakan
kebermutuan melalui proses, modal utama yang diperlukan dalam mengadaptasikan
model tersebut adalah keterlibatan secara total dari semua warga sekolah.
Keterlibatan penuh dari semua pihak yang berkepentingan akan menjadi energi
besar dalam menjalani semua tahapan pencapaian mutu; 4) Proses yang bermutu berjalan, jika hadir
kepemimpinan yang efektif di dalam proses tersebut
c.
Struktur
Komponen dan Substansi Model. Model yang dikembangkan ini
mengacu pada kerangka teoritis model seoklah input-proses-ouput-dampak yang
telah dikembangkan lebih dari 35 tahun yang lalu melalui literatur fungsi
produksi pendidikan dan keefektifan sekolah (Glewwe, 2002, hlm....; Reynolds
& Teddie, 1999; Scheerens, 1997, 1999 Willms, 1992). Struktur dari komponen
Model Hipotetik yang dikembangkan ini adalah sebagai berikut: 1) Input. Input
adalah suatu yang dirancang kedalam suatu sistem atau bahan baku untuk
mengasilkan suatu hasil; 2) Proses. Proses merupakan serangkaian kegiatan yang
terencana dan sistimatis untuk menghasilkan output dengan cara mentrasformasi
input. 3) Output. output adalah bentuk baru dari input setelah mengalamai
proses intraspormasi; 4) Hasil. Hasil adalah menggambarkan tinggi rendahnya
kualitas lulusan sekolah yang memberi dampak multiplier.
Struktur model hipotetik dari hasil penelitian
yang anaslisi kritis dan mendalam selama satu tahun dari Juli 2013 sampai
dengan Juli 2014 dapat dilihat dalam gambar 4.2 berikut:
Gambar 4.2 Model Hipotetik Manajemen Mutu Sekolah
d.
Strategi
Implementasi. 1) Komponen manajemen sekolah. a) kebijakan visi,
misi, dan tujuan; b) kurikulum/pengajaran; c) peserta didik; d) pendidik dan
tenaga kependidikan; e) sarana dan prasarana, f) pengelolaan; g) pembiayaan; h)
partisipasi stakeholdes; dan i) layanan khusus; 2) Komitmen dari manajemen
puncak (kepala sekolah) sangat diperlukan tidak hanya pada sumber daya yang
diperlukan dalam proses, akan tetapi juga waktu yang dicurahkan; 3) Fokus pada
pelanggan adalah menempatkan para pengelola usaha untuk berhubungan dengan
pelanggan dan memberdayakan mereka untuk mengambil tindakan yang diperlukan
dalam rangka memuaskan para pelanggan (peserta didik); 4) Perbaikan terus
manerus merupakan proses rekayasa ulang proses pendidikan yang dilaksanakan untuk menilai kemampuan
potensial yang ada; 5) Pengambilan keputusan harus didasarkan pada fakta yang
nyata tentang kualitas yang didapatkan dari berbagai sumber di seluruh warga
sekolah; 6) Dengan data yang akurat dan informasi yang benar semua hal yang
berkaitan dengan peningkatan mutu sekolah, mulai dari peningkatan mutu
kurikulum dan pembelajaran, administrasi dan manajemen, organisasi dan
kelembagaan, ketenagaan, peserta didik, pembiayaan, sarana dan prasarana,
peranserta masyarakat dan peningkatan mutu budaya atau iklim sekolah, maka akan
memudahkan bagi pimpinan sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, mulai dari perencanaan mutu,
pelaksanaan mutu sampai dengan pengawasan mutu kegiatan peningkatan mutu
pendidikan di sekolah; 7)Penyelenggaraan sekolah dengan manajemen mutu, mulai
dari perencanaan mutu pendidikan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian sekolah,
penempatan personil sekolah, proses kepemimpinan sekolah, yaitu leading,
directing, commanding, coordinating, commnucating, pemberian imbalan (compensating) dan pengawasan (controlling) terhadap kegiatan
pendidikan di sekolah harus berdasarkan fakta, data dan informasi yang benar
dan akurat; 8) Dalam proses juga diperlukan pencegahan dan koreksi (fokus pada
proses dan perbaikan proses) manajemen mutu sekolah menetapkan
tindakan untuk mencegah potensi
timbulnya ketidaksesuaian. Indikator
Kerja. Untuk mengetahui efektifitas setiap strategi implementasi, perlu
dijelaskan indikator kinerja masing-masing strategi. a) komponen manajemen; b)
komitmen manajemen puncak; c) fokus pada pelanggan; d) perbaikan terus menerus;
e) keputusan berdasarkan fakta; f) Perencanaan mutu; g) pelaksanaan mutu; h)
pengawasan mutu; dan i) pengawasan mutu.
A. Kesimpulan
dan Rekomendasi
1.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian lapangan dan proses pengolaan data yang dilakukan,
ada beberapa hal yang bis peneliti simpulkan, yaitu: a) Sekolah/madrasah
bermutu dipersepsikan sebagai sekolah yang mampu menghasilkan output tinggi
dari input rendah. Sekolah/madrasah bermutu mencakup input, proses, dan output;
b) Bermutu input dimakani sebagai kondisi dan kehadirannya menjadi nilai tambah
dari input pendidikan (raw input,
instrumental input, dan environmental input) yang akan ditranformasikan dalam
dalam proses pendidikan untuk menghasilkan output pendidikan berupa perubahan
perlikau dan lulusan; c) Bermutu proses pendidikan dimaknai sebagai kondisi
kualitas proses yang mampu melampaui stansar yang diharapkan. Bermutu proses
meliputi: mutu proses belajar mengejar, kepemimpinan, manajemen dan organisasi
sekolah, keterlibatan, budaya mutu dan iklim sekolah, serta jaringan kerja sama;
d) Bermutu output adalah derajat kualitas output pendidikan yang mampu melebihi
harapan atau standar yang telah ditetapkan. Bermutu output meliputi kinerja
akademik, dan non akademik; e) Ada beberapa cara yang bisa dilakukan
sekolah/madrasah dalam menghasilkan kebermutuan, ayitu: 1) Menanamkan karakter;
2) Meningkatkan mutu akademik; 3) Mamanfaatkan TIK; 4) Melakukan penataan
sekolah/madrasah secara komprehensif; 5) Menjaga profesionalisme tenaga; 6) Menyelenggarakan
program internasional; 7) Menyelenggarakan program ekstra; 8) Menyeleksi input
secara transparan, akuntabel yang bagus; 9) Kepemimpinan visioner; !0) Melakukan
pengawasan dan pengawasan; dan 11) memperkokoh budaya mutu
2.
Rekomendasi
Berdasarkan uraian hasil temuan
penelitian dilapangan ini, ada beberapa rekomendasi yang bisa ditawarkan dalam
penelitian ini, yaitu: a) Sekolah/madrasah perlu merumuskan kebijakan mutu,
berupa visi, misi, tujuan, dan strategi pencapaian, norma prilaku mengakar ke
semua individu yang ada di sekolah/madrasah; b) Peran kepeimpinan dalam
pencapaian bermutu merupakan merupakan aspek yang sangat kritis. Oleh karena
itu penelitian ini merekomendasikan agar para pimpinan sekolah/madrasah
membekali diri dengan kemampuan teknis dalam penyelelenggaraan sekolah/madrasah
dan kemampuan manajerial pengelolaan sumber daya manusia; c) Sekolah/madrasah
perlu mengembangkan program kulikuler yang bervariatif agar siswa atau
masyarakat memiliki alternatif program akademik yang bisa dipilih sesuai dengan
minat atau kondisi peserta didik; d) Program ekstrakulikuler memiliki daya
dukung yang baik untuk menciptakan bermutubaik akademik maupun non akademik; e)
Sekolah/madrasah menjalin kerja sama dengan masyarakat (IKA alumni, orang tua,
pemerintah, atau tokoh masyarakat, jalangan dunia usaha) dalam rangka merencakanakan
bermutu dan secara bersama-sama pula meraihnya; f) Untuk melakukan perubahan perilaku, sekolah/madrasah
perlu mengembangkan budaya mutu yang suportif terhadap pencapaian
bermutu.peraturan-peraturan yang dibuat dan disepakati bersama adalah salah
satu upaya penciptaan budaya mutu sekolah. Kebiasaan-kebiasaan seperti
ritual-ritual yang memiliki makna mendalam pada sekolah/madrasah merupakan
penanaman bermutu pada peserta didik dan staf perlu dirancang dan dilaksanakan
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. (2006). Kebijakan Publik. Edisi Revisi. Jakarta:
Yayasan Pancur Siwah
Adi, Islandi Rukminto, (2003). Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas (Edisi Revisi). Jakarta: LP-FEUI.
Alma, Buchari. (2008). Manajemen Pemasaran &
Pemasaran Jasa. Bandung: CV. Alfabeta.
Alireza Anvari, Yusof Ismail and Seyed Mohammad Hossein
Hojjati, (2011). A Study on Total Quality Management and Lean Manufacturing:
Through Lean Thinking Approach. [Online]. Diakses: World Applied Sciences
Journal 12 (9): 1585-1596, 2011. ISSN 1818-4952.© IDOSI Publications, 2011.
Alstete, Jeffrey W. (2007).
College Accreditation: Managing Internal Revitalization and Public Respect.
PALGRAVE MACMILLAN™.175. New York: Fifth
Avenue.
Ashford, J. L. (2003). The
Management Of Quality In Construction. This edition. published in the Taylor
& Francis e-Library. Published by E & FN Spon, an imprint of Chapman
& Hall: London
Avery, Christine and Zabel,
Diane, (2003). The Quality Management Sourcebook: An international guide to
materials and resources. This edition. London:
Routledge.
Arcaro, S. Jerome. (2006).
Pendidikan Berbasis Mutu, Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan.
Penerjemah: Yosal Iriantara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, Arikunto. (2003).
Menejemen Pengajaran.Yogyakarta: Rineka Cipta.
Ariani, Dorothea W. (2002).
Manajemen Kualitas: Sisi Pendekatan Kualitatif. Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta
--------, (2003). Manajemen
Kualitas Pendekatan Kualitatif. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Australian Childrens Education
& Care Quality Authority (2013). Penilaian Diri Dan Proses Perencanaan
Peningkatan Kualitas. [Online]. Diakses:http://www.acecqa.gov.au. Diunduh
September 2013).
Ansar dan Masaong. (2011).
Manajemen Berbasis Sekolah. Gorontalo: Sentra Media
Anvari, R. Mohmad Amin, S. B.
(2010). The Customer Relationship Management Strategies: Personal Needs
Assessment of Training and Customer Turnover. European Journal Of Social
Sciences .14(2), 111122.
Beane, A.J, (2001). Integrated
Curriculum in the Middle School. ERIC Digest. [Online]. Diakses:
http://www.ericfacility.net/ericdigests/ed351095.html. 30 Juni 2003
Baedhowi. (2009). Kebijakan
Otonomi Daerah Bidang Pendidikan: Konsep Dasar dan Implementasi. Semarang: Pelita Insani.
Bainbridge, Sarah. (2007).
Creating a Visionfor Your School: Moving from Purpose to Practice. London,
California, and New Delhi: Paul Chapman Publishing A SAGEPublications Company.
Balamuralikrishna, Radha and John
C. Dugger, (2010). Analysis SWOT. Journal of Vocational and Technical
education.Volume12, Number1, Iowa State University. [Online]. Diakses http://www.scholr.lib.vt.edu/ejournals/JVTE/v12n1/Balamuralikrishna.ht
Bafadal, Ibrahim. (2003).
Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, dari Sentralisasi Menuju
Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
--------. (2004). Seri manajemen
peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah. Manajemen perlengkapan sekolah
teori dan aplikasi. Jakarta:Bumi Aksara.
Bassa, A. Beyene and R.
Ranganathan, (2008). Aspects Of Strategic Planning And Strategy Implementation
In Higher Education Institutions. National Monthly Refereed Journal Of Research
In ARTS & EDUCATION. Volume NO.2, ISSUE NO.7. ISSN 2277-1182.
Bernasconi, Andres. (2006).
Current Trends in the Accreditation of K-12 schools: Cases in the United
States, Australia, and Canada. [Online]. Diakses: The Journal of Education
185.3 S 2006 by the Trustees of Boston University.
Benner, M., & Tushman, M.
(2003). Exploitation, Exploration and Process Management: The Productivity
Dilemma Revisited. Academy of Management Review.
Budimansyah, Dasim, dan Suryadi,
Ace. (2010). Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta: PT
Genesindo.
Bowen, R. (2001). Placentation in
Dogs and Cats. [Online]. Diakses:
http://arbl.cvmbs.colostate.edu/hbooks/pathphys/reprod/placenta/dog_cat.html.28
Maret 2014.
Bogue, Grady and Aper, Jeffrey
(2007). Visions And Values For Stewards
Of Collegiate Mission. United States of America: Praeger
Publishers An imprint of
Greenwood Publishing Group Inc. http://www.praeger.com.
Bolman Lee G & Deal Terrence
E. (2003). Reframing Organization, Third Edition. United States: The
Jossey-Bass Higher & Adult Education Series.
Bound, G. et al. (1994). Beyond
Total Quality Management Toward the Emerging Paradigm. New York: Mc-Graw Hill
Book Inc
Cheng, Yin Cheong. (2005). New
Paradigm for Re-enginerering Education. Globalization, Localization and
Individualization. Asia Pacific Educational Research Association: Spinger.
Craft, Anna. (2000). Continuing
Professional Development: A practical guide for teachers and schools. Second
edition This edition. Routledge
Falmer: Taylor&Francis Group
Csizmadia, Tibor Gábor, (2006).
Quality Management In Hungarian Higher Education Organisational: Responses To
Governmental Policy. Cover design: WECRE8
Creatieve Communicatie (www.wecreate.nu), Enschede,
The Netherlands. Printed by UNITISK, Czech Republic.
David, Fred R. (2004). Manajemen
Strategis, Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia
Davidson, Michael W. (1995).
Efektifitas Komunikasi Visi (Effective Communication Of Vision). [Online].
Diakses:http:// publish.uwo.ca/~bernards/ temp /Can Jbot 80_557_2002.
Darling Hammond, L. and
Bransford, J. (Eds) (2005). Preparing Teachers for A Changing World. San
Francisco: Jossey-Bass A Wiley Imprint.
Daryanto. (2011). Adminstrasi
Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Dale E. Shuttleworth, (2004).
School Management in Transition: Schooling on the edge. Routledge Falmer:
London.
Daniel P. Mayer, John E. Mullens,
Mary T. Moore. (2000). Monitoring School Quality: An Indicators Report National
Center for Education Statistics Office of Educational Research and Improvement.
U.S. Department of Education:Washington.
Denim, Sudarwan. (2006). Visi
Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
Deming, W. E., (2000). Out of The
Crisis: Quality Productivity and Competitive Position. Cambridge University
Press, Cambridge. [Online]. Tersedia: books.google.co.id.
De Cenzo and Robbins, Stephen P,
(1999). Perilaku Organisasi Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. Diterjemahkan
oleh Hadyana Pujaatmaka. Jakarta: Penerbit Prenhallindo.
Departemen Pendidikan Nasional.
(2001).Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
--------, (2003). Kurikulum
Berbasis Kompetensi: Ketentuan Umum. Jakarta: Depdiknas.
--------, (2003). Kurikulum
Berbasis Kompetensi: Ketentuan Umum. Jakarta: I. Depdiknas. Depdiknas. 2004
Direktorat Tenaga Kependidikan
Depdiknas. (2004). Standar Kompetensi Guru. Jakarta: Depdiknas.
Direktorat Pendidikan Dasar dan
Menengah. [Online]. Diakses: http//www.dikdasmen.go.id. 20 Oktober 2012
Dirawat, dkk., (1986). Pengantar
Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Dradjad, Irianto, (2005). Quality
management implementations: a multiple case study in Indonesian manufacturing
firms. Grafisch Centrum Twente, Enschede. ISBN 90-365-2161-0.E-mail:
irianto@lspitb.org.
Downer, J. & Yazejian, N.
(2013). Measuring the quality and quantity of implementation in early
childhoodinterventions (OPRE Research Brief OPRE 2013-12). Washington, DC:
Office of Planning, Research and Evaluation, Administration for Children and
Families, U.S. Department of Health and Human Services.
Elin, Rosalin. (2008). Bagaimana
Menjadi Guru Inspiratif. Bandung: Karsa Mandiri.
Engkoswara dan Komariah, Aan.
(2011). Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Fatkhurrozi, Nanang (2006).
Partisipasi masyarakat dalam peningkatan kualitas pendidikan di SMAN Turen 06
Kabupaten Malang. [Online]. Diakses:
http://www.library.um.ac.id/free-contents/index.php/pub/detail/partisipasi-masyarakat-dalam-peningkatan-kualitas-pendidikan-di-sma-turen-06-kabupaten-malang-nanang-fatkhurrozi-33773.html.
Feigenbaum, A V; Feigenbaum,
Donald S. (2003). The power of management capital: utilizing the new drivers of
innovation. New York: McGraw-Hill.
Gaffar, M. Fakry. (2005).
Perencanaan Pendidikan, Teori dan Metodologi. Jakarta: PPLPTK Dirjen Dikti
Depdikbud
Gaspersz, Vincent. (2001). ISO
9001:2008 and Continual Quality Improvement. Gramedia Pustaka Utama
--------, (2005). ISO 9001:2000
and Continual Quality Improvement. Jakarta: Gramedia.
--------, (2006). Total Quality
Management. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
--------, (2011). Organization
Excellence. Bogor: Vinchisto Publication.
Gumelar dan Dahyat, (2002). Administrasi
Pendidikan Dasar Teoritis dan Praktis Profesional. Bandung: Angkasa.
Gultom, Syawal. (2013). Pedoman
Peminatan Peserta Didik. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan
Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. Kemendikbud. Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan Dan Penjaminan Mutu Pendidikan:
Jakarta
Goetsch, D. L., & Davis, S.
B. (2006). Quality management: Introduction to Total Quality Management for
Production, Processing, and Services. New Jersey: Pearson Prentice Hall. ISBN
0131971344.
Griffin, Ricky W. (2004).
Manajemen, Edisi Ketujuh, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Gyrna, Frank M. (2001). Quality
Planning and Analysis: From Product Development through Use, 4thed. New York:
McGraw-Hill
Hadi,Anwar. (2007). Pemahaman dan
Penerapan ISO/IEC 17025:2005. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hasan, M. Tholchah. (2005).
Pendidikan Islam Sebagai Upaya Sadar Penyelematan dan Pengembangan Fitrah
Manusia: Pidato ilmiah pada Penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan (Doctor
Honoris Causa) Dalam Bidang Pendidikan Islam pada 30 April 2005 di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah.
Hartini, Nani. (2009).
Pelaksanaan Akreditasi Sekolah Pada Tingkat Propinsi Jawa Barat. [Online].
Diakses: Jurnal Administrasi Pendidikan Vol. XIII No.2 Oktober 2011.
Haddad, D. Wadi. (1995).
Fundarnentals of educational planning. UNESCO: International Institute for
Educational Planning. Paris: United Nations Educational.
Hardiansyah, (2011). Kualitas
Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gava Media.
Harahap, Sofyan Safri, (2001).
Sistem Pengawasan Manajemen (Management Control System). Jakarta: Quantum.
Hall, James, (2007). Sistem
Informasi Akuntansi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Halog, A. (2008). Developing a
dynamic systems model for the sustainable development of the Canadian oil sands
industry, International. Journal. Environmental Technology and Management, vol.
8, No. 1, 2008.
Handoko, T. Hani. (2002).
Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.
--------. (2001). Pemikiran
Pendekatan Pembangunan di Awal Millennium: Penekanan pada Kualitas Pertumbuhan,
Jurnal Ekonomi Pembangunan – Kajian Ekonomi Negara Berkembang. Yogyakarta:
Fakultas Ekonomi. Universitas Islam Indonesia. [Online]. Volume 6, Nomor 2.
--------. (2003). Manajemen.
Cetakan ke-18. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Hanafiah, Nanang dan Cucu Suhana,
(2007). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama.
Haryagung, (April 20, 2010).
Kemana setelah SMP? Pilih SMA / SMK?. [Online]. Diakses:
http://haryagungyogyas.wordpress.com/2010/04/20/kemana-setelah-smp-pilih-sma-smk/html.
Hariastuti, Ni Luh Putu. (2012).
Perencanaan Manajemen Strategis Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Di
Sekolah Menengah Atas Negeri. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi
XV. ISBN: 978-602-97491-4-4. Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2012.
Hasibuan, Malayu S.P., (2001).
Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasbullah, (2006). Otonomi Pendidikan.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hamalik, Oemar. (2005).
Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hendrawaty, Ernie (2006).
Pengembangan Konsep Manajemen Mutu Terpadu Bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Jasa Keuangan Cabang Bandarlampung. [Online]. Diakses: Jurnal BISNIS &
MANAJEMEN, Jurnal Ilmiah Berkala Empat Bulanan, ISSN 1411 - 9366 Volume 2 No. 3
Mei 2006
Hiam, Alexander dan Charles D.
Schewe. (1994). The Portable MBA Pemasaran. Diterjemahkan oleh Agus Maulana.
Jakarta : Binarupa Aksara.
Huntington, P. Samuel dan John
Nelson, (1994). Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hurriyati, Buhori. (2008).
Manajemen Corporate dan Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan: Fokus pada Mutu Layanan
dan Prima. Bandung: CV. Alfabeta.
Herujito. M. Y. (2006). Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: PT.
Grasindo
Hunt, Daniel V. (1993). Managing
for Quality. Illionis: Business one Irwin Homewood.
Hoy, Wayne K & Cecil G.
Miskel. (2001). Educational Administration: Theory, Research, and Practice (6th
edition). New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
--------. (2008). Education
Administration: Theory, Research, and Practice. Singapure: Mc Graw-Hill Co.
Ishomudin, (2007). MENGKONSTRUKSI
BUDAYA. Studi Partisipasi Masyarakat
Terhadap Sekolah-Studi Kasus di Kabupaten Tuban. Universitas Muhammadiyah
Malang: Laporan Akhir PDK Tahun 2007.
Indradinata, Iskandar (2007). Trampil Dan Sukses Melakukan
Audit Mutu Internal. Bandung: Alfabeta.
ISO. (2005).Quality Management Systems
- Fundamentals and vocabulary 9000:2005. (2005). Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
-------.(2008). Quality Manageme
nt Systems – Requirements 9001: 2008. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional
Ivanchevich, John M, et.al.
(2006). Perilaku dan Manajemen Organisasi. Terjemahan Gina Gania. Jakarta: PT
Gloria Aksara Pratama.
Imai, Masaaki, (2005). The Kaizen
Power, Yogyakarta, Think, Yogyakarta.
J. M. Juran and A. Blanton,
Godfrey, (2000).The Quality Control Process. New York: McGraw-Hill Companies Inc.
Jaedun, Amat dan Ishartiwi,
(2012). Survei Tingkat Kepuasan Konsumen
Terhadap Kualitas Pelayanan Publik Bidang Pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta. [Onilne].
Diakses: http//:www.uny.ac.id.
Jalal, F. dan Supriadi, Dedi.
(Ed.) (2001). Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Depdiknas-Bappenas-Adicita Karya
Nusa.
J. L. Ashford, (2003). The
Management Of Quality In Construction. This edition publishedan imprint of
Chapman & Hall: London
Jayakumaran, M & Manoharan C.
(2011). Total Quality Management In Education. [Online]. Diakses: International
Journal of Current Research.volume 3. Issue 3.
Jere R. Behrman, Anil B.
Deolalikar, Lee Ying Soon, (2002). Published in-house; Available commercially
through ADB Office of External Relations. [Online]. Diakses: http:// www. Asian
Development Bank.org. Journal ERD Working Paper No. 23. 2002.
Jens J. Dahlgaard, Kai Kristensen
and Gopal K. Kanji, (2007). Fundamentals of Total Quality Management: Process
analysis and improvement. This edition. Published in the Taylor & Francis
e-Library: London and New York.
Jordan, (2009). Akreditasi.
[Online]. Journals of School Health. Volume 24 Issue 7 p 187-191. Tersedia
http://www.wiley.com, diunduh tanggal 9 Mei 2011.
Kartono, Kartini. (1997). Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Pradnya Paramita.
Khadiyanto, Parfi, (2007).
Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Unit Sekolah Baru. Penerbit: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro Semarang
Kam Cheung Wong and Colin W.
Ever. (2002). Leadership for Quality Schooling. This edition. Routledge Falmer: London.
Keban, T. Yerimias. (2004). Enam
Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, Isu. Yogyakarta: Gava
Media
Kennedy. (2005). Citizenship
Education and the Modern State. London: Falmer Press.
Kenneth N. Ross and Ilona Jurgens
Genovois, (2006). Ternational Institute for Educational Planning. Pergamon
Press: Paris. [Online]. Diakses:http://www.unesco.org.iiep.
Komariah, Aan dan Triatna, Cepi
(2005). Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. [Online]. Diakses:
http://yanipieterpitoy.wordpress.com/2012/11/08/permendiknas-nomor-16-tahun-2007-standar-kualifikasi-akademik-dan-kompetensi-guru.
Kurtus, Ron., (2002), Creating
Sound Waves. [Online]. Diakses: Journal
URL:http://www.schoolforchampions.com/science/sound_create.html.14 March 2001.
Kusmana, Suherli. (2009).
Langkah-Langkah Yang Harus Ditempuh Dalam Melaksanakan Manajemen Strategik.
Diakses dari http://e-dukasi.net). 4 Agustus 2009.
K. Ravichandran, B. Tamil Mani,
S. Arun Kumar, and S. Prabhakaran, (2010). Influence of Service Quality on
Customer Satisfaction Application of Servqual Model. [Online]. International
Journal of Business and Management. Vol. 5, No. 4; April 2010.
http://www.ccsenet.org/ijbm.
Lawrence W. Lezotte (1991).
Defining effective schools. New Jersey: Erlbaum Associates, Inc.
Leva’cic, Rosalind. (2007). The
Relationship Between Student Attainment and School Resaurces. T. Townsend (Ed):
International HandBook of School Effectiveness and Inprovement, 395-410.
Lowther David. et.al. (2006).
Fesibility Study For A Technical Education Facility
Lunenburg, Fred C. (2011). Konsep
Dalam Perencanaan Kurikulum. [Online]. Diakses: Jornal. Schooling Vol. 2, Nomor
1.
Ling Ling, H.M Asrori, Masluyah
Suib. (2012). Pendidikan dan Pembelajaran. [Online]. Diakses: Jurnal
http://www.untan.ac.id. Vol 2, No 8. Agustus 2013.
Khozin. M., (2010). Evaluasi
Implementasi Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten
Gunung Kidul. [Onkine] dikasws: Jurnal Studi Pemerintahan Volume 1 No. 1.
Majid, A. (2008). Perencanaan
Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya
Makmun, A. Syamsuddin.. (2004).
Psikologi Kependidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Miles, Mathew. B and Huberman, A.
Michael. (2007). Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber tentang metode-metode
baru. Jakarta: Unversitas Press
Marsh. Colin J. (2009). Key
Concepts for Understanding Curriculum Teachers. Library (London, England); 4th
Ed. Taylor & Francis: Routledge.
Mauch, Peter D. (2010). Quality
management: Theory and Application. CRC Press Taylor & Francis Group:
London, New York.
Manktelow, James & Carlson,
Amy. (2012:11). Visi and Misi. [Online]. Diakses dari
http://www.studymode.com/essays/Mission-Statement-1272551.html. Diunduh.14
Nopember 2012.
Mei Feng, Mile Terziovski and
Danny Samson, 2006, Relationshiop of ISO 9001:200 quality sistem cerfication
with operational and business performance. [Online]. Diakses: http://WWW.
Emeraldinsight.com.
Mohammed Ahmed Hamadtu Ahmed and
Ahmed Gumaa Siddiek, (2008). Strategi Manajemen Mutu Sebagai Proses Yang
Mengatur Tujuan Jangka Panjang Mutu. [Online]. Diakases: International Journal
of Business and Social Science.Vol.3 No.24. Special Issue – December 2012.
Mukthar dan Iskandar. (2010).
Desain Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta :
Gaung Persada.
Mulyasa, E. (2003), Manajemen
Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosyda
Karya.
--------. (2005).Menjadi Kepala
Sekolah Profesional dalam Konteks Mensukseskan MBS dan KBK. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
--------. (2006). Manajemen
Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyono. (2008). Manajemen
Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Jogjakarta: AR RUZZ MEDIA.
Munir. (2008). Kurikulum Berbasis
Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.
Mukthar dan Iskandar. (2010).
Desain Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Gaung
Persada.
Mukti, Abdul. (2012). Analisa
Hasil Akreditasi 2008-2012. [Online].
Diakses:(http://www.edukasi.kompas.co.id, hlm. 3. 17 September 2012.
Munawar, Indra. (2009). Hasil
Belajar (Pengertian dan Definisi). [Online]. Diakses
:http://www.indramunawar.com.hasil-belajar-pengertian-dan-definisi. html. 5
Desember 2010.
Murniati M. Nassir. (2008).
Implementasi Manajemen Strategik dalam Pemberdayaan SMK. Penerbit Cita Pustaka
Media Perintis.
Moleong, Lexy J. (2007).
Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit: PT Remaja Rosdakarya.
Moeheriono, (2010). Pengkuran
Kinerja Berdasarkan Kompetensi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Mortimore, Peter & Mortimore,
Jo (1991). The Primary Head: Roles, Responsibilities and Reflections. London: Paul Chapman Publisher.
Mortimore, P. (2005). School
Effectiveness and the Management of Effective Learning and Teaching. [Online].
Diakses: Journal School Effectiveness and School Improvement, Volume 4, Nomor
4, pp. 290-310.
Ngalim, Purwanto. (2006).
Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution. (2001). Manajemen Mutu
Terpadu (Total Quality Management). Jakarta: PT Ghalia Indonesia.
--------, (2005). Manajemen Mutu
Terpadu (Total Quality Management). Bogor: Ghalia Indonesia.
--------, (2008). Kurikulum dan
Pengajaran. Bandung: Bumi Aksara.
--------, (1998). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Tarsito
Nanang, Fattah. (2006). Ekonomi
dan Pembiayaan Pendidikan. Bandun: PT Remaja Rosdakarya
Nawawi. Hadari, (2003).
Administrasi Personal Untuk Peningkatan Produktivitas: kerja. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Newby, Mike. (2006). Getting in
Step: accountability, accreditation and the standardization of teacher
education in the United States: a comment from England. UK Bullough’s: Faculty
of Arts & Education, University of Plymouth.
Nugroho, Riant. (2009). Public
Policy (edisi revisi). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Nurkholis, (2003). Manajemen
Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Nurdin, Diding, Bakar, Abu,
Nurdin,(2009). Strategi Manajemen Mutu pada SMA negeri unggulan di Kota Bandung
(Studi Kasus Pada SMAN 3, SMAN 5, SMAN 8 Kota Bandung. Diakses terahir :
2013-12-28 | | Hits : 12/0).
Nurhadi, Zamroni dan Suharsimi (2009).
Pendekatan Penelitian dalam Bidang Pendidikan. ([Online].
Tersedia:http://www.journal.unnes.ac.id. Diunduh 6 Oct. 2012).
O’Neill, John and Kitson, Neil
(2001). Effective curriculum management: Co-ordinating learning in the primary
school. This edition. International Thomson Publishing Company: USA and Canada.
Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan.Pustaka Pergaulan: Jakarta.
Pidarta, Made.
(2004).Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan Teori dan Praktik.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Parasuraman, A. Valerie, (2001).
Delivering Quality Service. The Free Press: New York. (Diterjemahkan oleh
Sutanto)
--------. (2010). Effective
implementation of quality management systems. Published by Woodhead Publishing
India Pvt. Ltd: India. E-Book. India www.woodheadpublishingindia.com.
Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007
tentang standar pengelolaan.
Parasuraman, (2004). Layanan yang
harus diwujudkan oleh kepala sekolah agar pelanggan puas. [Online]. Diakses: Journal
Of Marketing, 2004. Vol 58.
Pettigrew, A., Thomas, H dan R.
Whittington. (2002). Handbook of Strategy and Management. London: Sage
Publications.
Rachman, Taufiqur (2013).
Benchmarking. [Online]. Diakses: (http://taufiqurrachman.weblog.esaunggul.ac.id.
Diunduh 10 Januari 2013.
Reynolds David & Mujis
Daniel, (2008). Effective Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Robbins, Stephen. P. (2006).
Perilaku Organisasi (alih bahasa oleh Benjamin Molan), Edisi Bahasa Indonesia,
Klaten: PT INT AN SEJATI.
Ross, S.A., Westerfield, R.W.,
Jordan, B. D., (2003), Fundamentals of Corporate Finance Sixth Edition.
McGraw-Hill Higher Education, Singapore.
Ron Fitzgerald, D. Ed, (2009).
Dukungan Elemen Utama Dalam Keberhasilan Atau
KegagalanTQM.[Online].Diakses:http://www.successinteaching.info/SuccessInTeaching/TQM_in_Education.html.
Robert L. Mathis & John H.
Jackson, (2006). Human Resources Management. Edisi sepuluh. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.
Rothstein, Richard, et.al.
(2009). From A ccreditation to Accountability. [Online]. The Journal of PHI
DELTA KAPPA.
Rohiat. (2009). Manajemen
Sekolah. Bandung: PT Refika Aditama
Ristiyanti, dan John Ihalauw.
(2005). Perliaku Konsumen. Andi: Yogyakarta.
Ruma, Zaenal. (2012). Mencapai
Tingkat Mutu Sekolah, Maka Sekolah Harus Memiliki Kemandirian dan Mampu
Memberdayakan Sekolah. ([Online]. Tersedia:
http://zainalruma.wordpress.com/jurnal/jurnal-2/7 Nov 2012) (Indonesian Science
& Technology. Digital Library. Akses Terahir : 2013-12-28).
Rindaningsih, Ida. (2012). Pengembangan Model Manajemen Strategik
Efektif dalam Mengatasi Permasalahan yang kompleks disekolahan dan maksimalnya
peran Kepala Sekolah dalam menjalankan Strategi Sekolah. [Online]. Diakses:
http://www.pedagogia.com. Vol. 1, No. 2, Juni 2012)
Sastropoetro, Santoso. (1988).
Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional.
Bandung. Penerbit: Alumni.
Syafaruddin, (2002). Manajemen
Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Jakarta: Grasindo.
--------. (2003). Manajemen Mutu
Terpadu dalam Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Sagala, Syaiful. (2005).
Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.
--------. (2006). Manajemen
Berbasis Sekolah dan Masyarakat (Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. Jakarta:
Naimas Multima.
--------. (2009) Memahami
Organisasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta,
Semuel, Hatane dan Zulkarnain,
Joni (2012). Pengaruh Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO terhadap Kinerja Karyawan
melalui Budaya Kualitas Perusahaan. [Online]. Diakses: http//:www.UK Perta
Surabaya.org. Diunduh tanggal 20 September 2012.
Sallis, Edward. (2005). Total
Quality Management In Education. UK, Kogan Page Ltd. Third Edition (Adobe
eReader Format). Taylor & Francis e-Library.
--------, (2006). Total Quality
Management in Education. London: Kogan Page Limited.
--------, (2010). Total Quality
Management in Education Manajemen Mutu Pendidikan.Terjemahan Dr. Ahmad Ali
Riyadi. Edisi ke Sembilan. Jogjakarta : IRCiSod.
Satori, Jam’an, (2010).
Penjaminan_Mutu Satuan Pendidikan. [Online].
Diakses:http//:www.upi.edu/.../MAKALAH_Penjaminan_Mutu_Satuan_Pendidikan.pdf.
24 February 2010).
Syafi’udin, Nanang. (2010).
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Studi Kasus di SMA Negeri 1
Malang). Skripsi, Jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah
Syah, Muhibbin. (2000). Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Shuttleworth, Dale E., (2004).
School Management in Transition: Schooling on the edge. Routledge Falmer:
London.
Sindhunata, (2000). Menggagas
Paradigma Baru Pendidikan Demoratisasi Otonomi, Civil Siciety, Globalisasi.
Yogyakarta: Kanisius.
Siagian, P. Sondang. (2003).
Teori dan Pratik Kepemimpinan (cetakan kelima). Jakarta: Rneka Cipta.
Sijak, Abu. (2006). Hasil
Penelitian Berjudul Standar Mutu Sekolah, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah.
[Online]. Diakses:http://www.diknas.go.id).
Sugihartono, (2009). Menuju Sekolah Bermutu. [Online]. Diakses:
http://www.sugihartono.1.wordpress.com/menuju/sekolahbermutu.4 Nov, 2009.
Sugiyono. (2011). Metode
Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
--------, 2012. Metode Penelitian
Kombinsasi. Bandung : Alfabeta
Subarsono, AG. (2006). Analisis
Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suardi, Rudi. (2003). Sistem
Manajemen Mutu ISO 9000:2000, Penerapannya Untuk Mencapai TQM. Jakarta Pusat:
Penerbit PPM.
Sukmadinata, Nana Syaodih.
(2006). Landasan psikologi proses pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Bandung.
-------,. (2004). Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sumayang, Lalu. (2003). Manajemen
produksi dan Operasi. Jakarta: Salemba Empat.
Surya, H. M. (2003). Percikan
Perjuangan Guru. Semarang: Aneka Ilmu.
Sunoto Tirta Putra, (2012).
Dampak Implementasi System Penjaminan Mutu ISO 2008:9001 Terhadap Kualitas Proses
Pembelajaran di SMA dan SMK Kabupaten Indramasyu (Tesis). Program Pascasarjana
Universitas Indonesia.
Suyatno, Thomas. (1998).
Faktor-Faktor Penentu Kualitas Pendidikan Sekolah Menengah Umum di Jakarta.
Jakarta: STIE Bhakti Pembangunan, stiks-tarakanita.ac.id.http://www.stikstarakanita.ac.id/files/Jurnal
Sutrisno, Lukman. (1995). Menuju
Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Penerbit Anisius.
Susilawati, Sukirman, Sumaryati,
Sri (2013). Penerapan ISO 9001:2008 Sistem Manajemen Mutu di SMA Batik 1
Surakarta. [Online]. Diakses: http://eprints.uns.ac.id/id/eprint/1640.
Suparno, A. Suhaenah. (2001).
Membangun Kompetensi Belajar. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Departemen
Pendidikan Nasional
Supradi, Dedi. (2000). Mengangkat
Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Soemantrie, Herman. (2008).
Peningkatan Mutu Pendidikan Di Indonesia (Kebijakan, Dimensi, Proses, Dan
Indikator Pencapaiannya. (edisi kepuluh) [Online]. Diakses: Jurnal
Pendidikan-Penabur-No.10/Tahun ke-7/Juni2008. Diakses dari:
http://www.library.um.ac.id
Scheerens, Jaap. (2000).
Improving School Effectiveness. United National Educational, Scientific and
Cultural Organization: Paris
--------, (2008). Efektivitas
Kebijakan Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Schuller, Randall and Susan E.
Jackson, (1997). Human Resource Management. 6th Edition. West Publising
Company.
Spanbauer, Stanley. (1992). A.
Quality System For Education. Milmauke: Quality Press
Tampubolon P. Daulat, (2001).
Manajemen Strategis. Edisi Kedua Jakarta: Gramedia.
Talizuduhu, Ndaka. (1990).
Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta.
Penerbit: Rineka Karya.
Tasmara, Toto. (2006). Membangun
Etos Kerja Islam. Jakarta: Gema Insani Pers.
Terry, George R. (1953).
Principles of Management. Homewood, Illinois: Richard D. Irwin.
Tjiptono, Fandy dan Diana,
Anastasia. (2003). Total Quality Management. Cetakan ke 8. Jakarta PT. Raja
Grafindo Persada.
--------. (1996). Total Quality
Management. Yogyakarta: Andi Ofset
Tilaar, H.A.R. dan Nugroho, R.
(2008). Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan
Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tim Dosen Administrasi Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia. (2008). Manajemen Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Timpe, A. Dale, (1992). Kinerja
(Performance). Jakarta: PT.Elex Media Komputindo.
Tjalla, Awaluddin. (2006).
Hubungan Antara Komitmen Organisasi Dengan Kepuasan Kerja Karyawan UNIKA
Atmajaya Jakarta, Skripsi. Universitas Indonesia.
Uhar, (2009). Proses Pengawasan.
{Online]. Diakses: http://www.akhmadsudrajat.wordpress.com/20 September 2010).
Umaedi, (2008). Manajemen
Pendidikan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah Pendekatan untuk Meningkatkan Mutu.
Jakarta: Dir. Dikmenum, Depdiknas.
Undang-Undang RI, Nomor 14 tahun
2005. Jakarta: Pustaka Pergaulan
--------, Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika: Jakarta.
--------, Nomor 20 tahun 2003.
Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara
--------, Nomor 17 tahun 2003,
tentang Keuangan Negara. Jakarta: Depkau RI
--------, Nomor 1 tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara. Jakarta: Depkau RI
Usman, Moh Uzer. (2000). Menjadi
Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Umiarso dan Nur Zazin, (2011).
Pesantren di tengah Arus Mutu Pendidikan Menjawa Problematika Kontemporer
Manajemen Mutu Pesantren. Penerbit PT. Rasail Media Group Semarang.
Walker, dkk (2003). Marketing
Strategy A Decision Focused Approach, 4th Edition. New York: McGraw – Hill
Companies.
Wahyuningrum, (2008). Hubungan
Kemampuan, Kepuasan dan Disiplin kerja Dengan Kinerja Pegawai Di Kecamatan
Tanggungharjo Kabupaten Grobogan. (Tsesis)
Wijaya, Cece dan Rusyan, Tabrani.
(1992). Kemmapuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Wibisono, Dermawan. (2005). Riset
Bisnis; panduan bagi praktisi dan akademisi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Wiggins, Grant and McTighe, Jay.,
(2007). Schooling By Design : Mission, Action, and Achievement. Association for
Supervision and Curriculum Development (ASCD).ISBN: 978-1-4166-0580-5.Web site:
http://www.ascd.org.
William, J. Rothwell, (1995).
Beyond Trainning and Depelovment. New York: Amacon.
Wilkinson, Joseph W, Michael W
Cerullo, Vasant Raval dan Bernard Wong On Wing. (2007). Accounting Information
Systems. John Wiley Inc.
Wardaya, Cep Unang. (2009).
Implementasi Manajemen Mutu Total di Sekolah, Bulletin PPPG vol. 1 No. 2
Nopember 2009)
Wijaya, David. (2008). Masalah
Pendidikan Yang Dihadapi Oleh Bangsa Indonesia Adalah Rendahnya Mutu
Pendidikan. [Online]. Diakses: Jurnal Pendidikan Penabur - No.10/Tahun
ke-7/Juni 2008.
Wrihatnolo, Randy R &
Dwidjowijoto, Riant Nugroho. (2007). Manajemen Pemberdayaan,Sebuah Pengantar
Dan Panduan Untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.
Yamin, Martinis dan Maisah.
(2010). Standarisasi Kinerja Guru. Jakarta: Gaung Persada.
Yusufhadi, Miarso. (2004).
Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Group.
Zamroni. (2007).Meningkatkan Mutu
Sekolah, PSAP Muhammadiyah: Jakarta.
Zulian Zamit. (2004). Manajemen
Kualitas Produk dan Jasa. Yogyakarta: Ekonisia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar