TELAAHAN LANDASAN PENDIDIKAN
SAEPUL MA’MUN *)
Pendahuluan
Pendidikan bagi sebagian orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Piaget ( 1896 ) pendidikan berarti menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan yang lain. Pandangan tersebut memberi makna bahwa pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umunya di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Ilmu disebut juga pedagogik, yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu ” Pedagogics ”. Pedagogics sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ” pais ” yang artinya anak, dan ” again ” yang artinya membimbing. Poerbakwatja dan Harahap ( 1982 : 254 ) mengemukakan pedagogik mempunyai dua arti yaitu : (1) peraktek, cara sesorang mengajar; dan (2) ilmu pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan metode mengajar, membimbing, dan mengawasi pelajaran yang disebut juga pendidikan.
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupaka rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengerian bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia.Landasan Kependidikan marupakan salah satu buku berbahasa Indonesia yang dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan. Buku ini berusaha memuat materi pendidikan yang relatif lengkap sesuai dengan konsep dan praktek kehidupan, sehinga bisa digunakan bagi para pendidik sehari-hari. Selanjutnya pada pembahasan buku ini bisa dijadikan rujukan untuk menegenal konsep pendidikan yang bercorak Indonesia, suatu ilmu yang bercorak (khas) guna mengembangkan manusia Indoensia yang memiliki kebudayaan geografi, serta cita-cita tersendiri, melalui penelitian-penelitian yang berkesinambungan.
Ada tujuh prinsip yang dikemukakan dalam buku ini, yaitu landasan hukum, filsafat, sejarah, sosial budaya, psikologi, ekonomi, dan profesionalisme pendidikan. Masing-masing landasan dibahas isinya dan dampak konsep pendidikan yang bersumber dari landasan tersebut.Landasan hukum pendidikan diantaranya adalah menurut UUD 1945, UU RI. Nomor 22 Tahun 2003 tentang pendidikan Nasional, dan beberapa Peraturan Pemerintah nomor 19 2005. Landasan hukum yang membahas perundang-undangan di Indonesia memberikan konsep, pendidikan harus bersumber pada akar kebudayaan nasional.Landasan filsafat, bangsa Indonesia mempunyai filsafat umum atau filsafat negara ialah Pancasila. Sebagai filsafat negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada semua bidang, dan mewarnai segala segi kehidupan. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah pengembangan afeksi dari filsafat negara, sepatutnya dibina dan dikemnbangkan oleh satu tim dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.Landasan sejarah, pada landasan sejarah ini diuraikan sejarah pendidikan dunia, Indonesia pada masa perjuangan dan masa pembangunan memberikan konsep pendidikan antara lain, pendidikan dewasa ini harus berintikan pengembangan ilmu dan teknologi. Inovasi pendidikan harus bersumber pada penelitian-penelitian pendidikan di Indonesia sehingga sesuai dengan akar budaya nasional dan bukan mengadopsi konsep pendidikan asing serta tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan pemerintah diwujudkan secara nyata. Budaya nasional harus dikembangkan sehingga tidak ditelan oleh budaya global dengan cara mempertontonkan nilai-nilai budaya asing yang negatif pada penayangan televisi dan internet.
Landasan sosial budaya, pada bagian ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan sosiologi, budaya masyarakat Indonesia yang dikaitkan dengan konsep pendidikan. Bahwa hubungan lembaga pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat dan lembaga pendidikan seharusnya sebagai agen penunjang pendidikan. Kebudayaan nasional juga seharusnya menjadi filter terhadap budaya asing yang negatif dan juga sebagai cerminan pendidikan Indonesia. Adanya kemungkinan pergeseran pardigma pendidikan dari sekolah ke masyarakat luas. Ujian negara perlu diubah menjadi ujian sekolah seiring dengan pergeseran sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi sehingga tujuan pendidikan nasional lebih mudah diwujudkan.
Landasan psikologi pembahasannya mencakup psikologi perkembangan, belajar, sosial, kesiapan belajar, dan aspek-aspek inividu melahirkan konsep sebagai berikut; teori belajar disiplin mental untuk melatih perkalian dan soal-soal, sedangkan teori Naturalis bermanfaat untuk belajar seumur hidup (long life udecation), teori belajar Behaviorieme untuk membentuk perilaku nyata dan teori belajar kognitif untuk mempelajari hal-hal yang rumit. Pengembangan individu harus dikembangkan dan dimotivasi agar berkembang secara berimbang, optimal, dan terintegrasi sehinga menjadikan manusia berkembang seutuhnya.Landasan ekonomi yang membahas peran ekonomi, fungsi, peranam produksi, dan efektifitas biaya pendidikan. Ekonomi bukan berperan utama dalam pendidikan, akan tetapi merupakan salah satu yang cukup berperan dalam pendidikan. Faktor yang paling menentukan dalam pendidikan adalah dedikasi (loyalitas), keahlian, dan ketrampilan pengelola dan pendidik.tiap lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan sepatutnya mampu menutupi kebutuhan sekolah masing-masing dan tidak harus bergantung pada pemerintah. Manajemen sekolah mulai dari tingkat siswa, guru, dan pengurusnya sepatutnya mengetahui peran dan tugasnya masing-masing.Kemudian pada pembahasan profesionalisme pendidik yang merupakan sebuah tuntutan melahirkan konsep seperti profesi pendidik, kode etik pendidik, pengembangan dan organisasi profesi, dan penyelenggaran pendidikan.
Pengertian pendidikan yang lebih khas ialah membuat kesempatan dalam pengajaran dengan situasi yang kondusif sehingga peserta didik mampu mengembangkan potensi diri, minat dan bakatnya secara optimal dalam rangka mencapi tujuan pendidikan. Dengan pengertian ini hanya pendidik profesional yang dapat mendidik. Perilaku mendidik yang perlu dikembangkan antara lain adalah sebagai mitra peserta didik, disiplin permisif, berdialog dengan pikiran kritis, melakukan dialektika budaya lama dengan nilai-nilai budaya modern, memberikan kesempatan kreatif, berproduksi, dan berperilaku sehari-hari yang positif terhadap peserta didik. Manajer pendidikan perlu profesional dalam bidangnya sebab manajemen pendidikan tidaklah sama dengan manajemen bisnis atau pemerintaha. Manajemen pendidikan perlu banyak strategi, metode, dan kiat sebab akhirnya akan menadikan keberhasilan terhadap peserta didik.
google_protectAndRun("render_ads.js::google_render_ad", google_handleError, google_render_ad);
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Yang sudah barang tentu dalam menjalankan kelanjutan pendidikan tersebut harus ada alat sebagai pegangan yang salah satunya adalah adanya kurikulum.
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
(1) Filosofis;(2) Psikologis;(3) Sosial-budaya;(4) Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.
1. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, eksistensialisme, progresivisme, perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Berikut adalah sedikit uraiannya:
Filsafat Pendidikan Idealisme
Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali
Filsafat Pendidikan Realisme
Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
Filsafat Pendidikan Materialisme
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach
Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.
Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich
Filsafat Pendidikan Progresivisme
Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff
Filsafat Pendidikan Esensialisme
Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda.
Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.
Filsafat Pendidikan Perenialisme
Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Aliran pendidikan rekonstruksionisme Merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg
Fokus dalam aliran pendidikan Rekonstruksionisme adalah berikut ini.
a. Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian problema sosial yang signifikan
b. .Mengkritik pola life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist
c. Pendidikan perlu berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan yang perlu diciptakan.
d. Pesimis terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan.
e. Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya.
f. Learn by doing! (Belajar sambil bertindak).
2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu :
a. psikologi perkembangan dan
b. psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang, Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian..
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
Masing-masing aliran pendidikan memiliki kekurangan dan kelebihan, sehingga para pelaku pendidikan harus mempelajari semua aliran dan mengkolaborasikannya sehingga akan diperoleh suatu sistem pendidikan atau pola pembelajaran yang baik.
Daftar Pustaka
Admin, 2006. Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan, Situs informasi Indonesia Serba serbi Dunia Pendidikan, http://edu-articel.com/
Hidayanto, D.N, 2000. Diktat Landasan Pendidikan, Untuk Mahasiswa, Guru dan Praktisi Pendidikan, Forum Komunikasi Ilmiah FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda
Pasti, Y. Priyono, 2007, Menuju Pendidikan Demokratis Humanistik, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0507/23/Didaktika/1916660.htm
Gunarto, H, 2004. Mengusung Pendidikan Humanistik,http://www.freelists.org/archives/ppi/05-2004/msg00284.htmlO’neil, F. William, 2001. Ideoligi-Ideologi Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Tjaya, Thomas Hidya, 2004. Mencari Orientasi Pendidikan,cetak/0402/04/Bentara/824931.htm
Akhmad Sudrajat, 2006, Landasan Pendidikan,http://www.akhmadsudrajat.wordpress.com/Filosofis Pendidikan http://pakguruonline.pendidikan.n
Made Pidarta, 2009, Landasan Ilmu Pendidikan
SAEPUL MA’MUN *)
Pendahuluan
Pendidikan bagi sebagian orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Piaget ( 1896 ) pendidikan berarti menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan yang lain. Pandangan tersebut memberi makna bahwa pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan umunya di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Ilmu disebut juga pedagogik, yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu ” Pedagogics ”. Pedagogics sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ” pais ” yang artinya anak, dan ” again ” yang artinya membimbing. Poerbakwatja dan Harahap ( 1982 : 254 ) mengemukakan pedagogik mempunyai dua arti yaitu : (1) peraktek, cara sesorang mengajar; dan (2) ilmu pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan metode mengajar, membimbing, dan mengawasi pelajaran yang disebut juga pendidikan.
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupaka rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengerian bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia.Landasan Kependidikan marupakan salah satu buku berbahasa Indonesia yang dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan. Buku ini berusaha memuat materi pendidikan yang relatif lengkap sesuai dengan konsep dan praktek kehidupan, sehinga bisa digunakan bagi para pendidik sehari-hari. Selanjutnya pada pembahasan buku ini bisa dijadikan rujukan untuk menegenal konsep pendidikan yang bercorak Indonesia, suatu ilmu yang bercorak (khas) guna mengembangkan manusia Indoensia yang memiliki kebudayaan geografi, serta cita-cita tersendiri, melalui penelitian-penelitian yang berkesinambungan.
Ada tujuh prinsip yang dikemukakan dalam buku ini, yaitu landasan hukum, filsafat, sejarah, sosial budaya, psikologi, ekonomi, dan profesionalisme pendidikan. Masing-masing landasan dibahas isinya dan dampak konsep pendidikan yang bersumber dari landasan tersebut.Landasan hukum pendidikan diantaranya adalah menurut UUD 1945, UU RI. Nomor 22 Tahun 2003 tentang pendidikan Nasional, dan beberapa Peraturan Pemerintah nomor 19 2005. Landasan hukum yang membahas perundang-undangan di Indonesia memberikan konsep, pendidikan harus bersumber pada akar kebudayaan nasional.Landasan filsafat, bangsa Indonesia mempunyai filsafat umum atau filsafat negara ialah Pancasila. Sebagai filsafat negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada semua bidang, dan mewarnai segala segi kehidupan. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah pengembangan afeksi dari filsafat negara, sepatutnya dibina dan dikemnbangkan oleh satu tim dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.Landasan sejarah, pada landasan sejarah ini diuraikan sejarah pendidikan dunia, Indonesia pada masa perjuangan dan masa pembangunan memberikan konsep pendidikan antara lain, pendidikan dewasa ini harus berintikan pengembangan ilmu dan teknologi. Inovasi pendidikan harus bersumber pada penelitian-penelitian pendidikan di Indonesia sehingga sesuai dengan akar budaya nasional dan bukan mengadopsi konsep pendidikan asing serta tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan pemerintah diwujudkan secara nyata. Budaya nasional harus dikembangkan sehingga tidak ditelan oleh budaya global dengan cara mempertontonkan nilai-nilai budaya asing yang negatif pada penayangan televisi dan internet.
Landasan sosial budaya, pada bagian ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan sosiologi, budaya masyarakat Indonesia yang dikaitkan dengan konsep pendidikan. Bahwa hubungan lembaga pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat dan lembaga pendidikan seharusnya sebagai agen penunjang pendidikan. Kebudayaan nasional juga seharusnya menjadi filter terhadap budaya asing yang negatif dan juga sebagai cerminan pendidikan Indonesia. Adanya kemungkinan pergeseran pardigma pendidikan dari sekolah ke masyarakat luas. Ujian negara perlu diubah menjadi ujian sekolah seiring dengan pergeseran sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi sehingga tujuan pendidikan nasional lebih mudah diwujudkan.
Landasan psikologi pembahasannya mencakup psikologi perkembangan, belajar, sosial, kesiapan belajar, dan aspek-aspek inividu melahirkan konsep sebagai berikut; teori belajar disiplin mental untuk melatih perkalian dan soal-soal, sedangkan teori Naturalis bermanfaat untuk belajar seumur hidup (long life udecation), teori belajar Behaviorieme untuk membentuk perilaku nyata dan teori belajar kognitif untuk mempelajari hal-hal yang rumit. Pengembangan individu harus dikembangkan dan dimotivasi agar berkembang secara berimbang, optimal, dan terintegrasi sehinga menjadikan manusia berkembang seutuhnya.Landasan ekonomi yang membahas peran ekonomi, fungsi, peranam produksi, dan efektifitas biaya pendidikan. Ekonomi bukan berperan utama dalam pendidikan, akan tetapi merupakan salah satu yang cukup berperan dalam pendidikan. Faktor yang paling menentukan dalam pendidikan adalah dedikasi (loyalitas), keahlian, dan ketrampilan pengelola dan pendidik.tiap lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan sepatutnya mampu menutupi kebutuhan sekolah masing-masing dan tidak harus bergantung pada pemerintah. Manajemen sekolah mulai dari tingkat siswa, guru, dan pengurusnya sepatutnya mengetahui peran dan tugasnya masing-masing.Kemudian pada pembahasan profesionalisme pendidik yang merupakan sebuah tuntutan melahirkan konsep seperti profesi pendidik, kode etik pendidik, pengembangan dan organisasi profesi, dan penyelenggaran pendidikan.
Pengertian pendidikan yang lebih khas ialah membuat kesempatan dalam pengajaran dengan situasi yang kondusif sehingga peserta didik mampu mengembangkan potensi diri, minat dan bakatnya secara optimal dalam rangka mencapi tujuan pendidikan. Dengan pengertian ini hanya pendidik profesional yang dapat mendidik. Perilaku mendidik yang perlu dikembangkan antara lain adalah sebagai mitra peserta didik, disiplin permisif, berdialog dengan pikiran kritis, melakukan dialektika budaya lama dengan nilai-nilai budaya modern, memberikan kesempatan kreatif, berproduksi, dan berperilaku sehari-hari yang positif terhadap peserta didik. Manajer pendidikan perlu profesional dalam bidangnya sebab manajemen pendidikan tidaklah sama dengan manajemen bisnis atau pemerintaha. Manajemen pendidikan perlu banyak strategi, metode, dan kiat sebab akhirnya akan menadikan keberhasilan terhadap peserta didik.
google_protectAndRun("render_ads.js::google_render_ad", google_handleError, google_render_ad);
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Yang sudah barang tentu dalam menjalankan kelanjutan pendidikan tersebut harus ada alat sebagai pegangan yang salah satunya adalah adanya kurikulum.
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
(1) Filosofis;(2) Psikologis;(3) Sosial-budaya;(4) Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.
1. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, eksistensialisme, progresivisme, perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Berikut adalah sedikit uraiannya:
Filsafat Pendidikan Idealisme
Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali
Filsafat Pendidikan Realisme
Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
Filsafat Pendidikan Materialisme
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach
Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.
Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich
Filsafat Pendidikan Progresivisme
Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff
Filsafat Pendidikan Esensialisme
Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda.
Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.
Filsafat Pendidikan Perenialisme
Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Aliran pendidikan rekonstruksionisme Merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg
Fokus dalam aliran pendidikan Rekonstruksionisme adalah berikut ini.
a. Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian problema sosial yang signifikan
b. .Mengkritik pola life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist
c. Pendidikan perlu berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan yang perlu diciptakan.
d. Pesimis terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan.
e. Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya.
f. Learn by doing! (Belajar sambil bertindak).
2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu :
a. psikologi perkembangan dan
b. psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang, Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian..
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
Masing-masing aliran pendidikan memiliki kekurangan dan kelebihan, sehingga para pelaku pendidikan harus mempelajari semua aliran dan mengkolaborasikannya sehingga akan diperoleh suatu sistem pendidikan atau pola pembelajaran yang baik.
Daftar Pustaka
Admin, 2006. Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan, Situs informasi Indonesia Serba serbi Dunia Pendidikan, http://edu-articel.com/
Hidayanto, D.N, 2000. Diktat Landasan Pendidikan, Untuk Mahasiswa, Guru dan Praktisi Pendidikan, Forum Komunikasi Ilmiah FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda
Pasti, Y. Priyono, 2007, Menuju Pendidikan Demokratis Humanistik, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0507/23/Didaktika/1916660.htm
Gunarto, H, 2004. Mengusung Pendidikan Humanistik,http://www.freelists.org/archives/ppi/05-2004/msg00284.htmlO’neil, F. William, 2001. Ideoligi-Ideologi Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Tjaya, Thomas Hidya, 2004. Mencari Orientasi Pendidikan,cetak/0402/04/Bentara/824931.htm
Akhmad Sudrajat, 2006, Landasan Pendidikan,http://www.akhmadsudrajat.wordpress.com/Filosofis Pendidikan http://pakguruonline.pendidikan.n
Made Pidarta, 2009, Landasan Ilmu Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar